Tribunnews.com, Denpasar — Gubernur Bali Made Mangku Pastika tak ragu-ragu merealisasikan proyek pembangunan monorel karena sudah mendapat izin dari pemuka agama Hindu.
"Terima kasih kepada para ’sulinggih’ (pemuka agama Hindu) yang sudah memberi dasar filosofis dari rencana itu. Pasti banyak yang tidak setuju dan kemudian menjegal, tetapi karena sudah ada dasar filosofis, saya tidak khawatir lagi untuk melaksanakan ini," katanya saat menanggapi masukan dari para sulinggih di Denpasar, Senin (15/4/2013).
Pada acara itu, Ida Pandita Mpu Jaya Dangka Ramana Putra menyatakan setuju terhadap rencana Pemprov Bali untuk membangun monorel sebagai upaya memeratakan akses ekonomi masyarakat.
Pastika menjelaskan bahwa pembangunan monorel sudah direncanakan sejak dua tahun lalu, tetapi belum bisa terlaksana hingga saat ini karena terdapat kendala dari sisi pembiayaan.
"Secara ekonomis dari studi yang dilakukan oleh PT Kereta Api Indonesia dikatakan tidak feasible atau tidak layak karena dibutuhkan dana hingga Rp 12 triliun. Memang awal tahun ini sudah ada perusahaan kereta api dari China yang menyatakan tertarik untuk membangun monorel, namun belum ada tindak lanjut lagi dari pertemuan itu," paparnya.
Menurut mantan Kapolda Bali itu, monorel akan dapat membuka daerah-daerah di Pulau Dewata sehingga menjadi sentra baru kunjungan wisatawan. Selain itu untuk mengurangi beban dan kemacetan lalu lintas jalan.
Sementara itu, Ida Pandita Mpu Jaya Dangka Ramana Putra memaparkan alasan persetujuannya itu karena sesuai dengan konsep ajaran dalam agama Hindu.
"Dalam Hindu dikenal falsafah Bedawang Nala yang menjadi landasan keseimbangan dunia. Bedawang Nala itu disimbolkan dengan penyu dan naga yang dapat dijumpai pada setiap bangunan suci padmasana. Kaitannya dengan Bali, konsep ini dapat menjadi landasan untuk mewujudkan keseimbangan antardaerah," ujar sulinggih yang sebelumnya merupakan guru besar di Universitas Udayana itu.
Pandita menyebut monorel itu bagaikan naga yang mengikat Pulau Bali supaya menjadi stabil. Kestabilan akan terwujud jika terdapat keseimbangan segala aspek.
"Pandita yakin kalau sudah ada monorel, ketimpangan akses ekonomi masyarakat Bali dapat diminimalisasi. Monorel yang dibuat mengitari Bali menjadikan daerah-daerah yang akses ekonominya kurang berkembang akan terbuka dan berdenyut. Dengan demikian, kesejahteraan nantinya tidak hanya dinikmati oleh penduduk yang tinggal di kawasan selatan Pulau Bali," katanya.