TRIBUNNEWS.COM SANGATTA,- Wakil Ketua DPRD Kabupaten Kutai Timur, Mahyunadi, menilai saat ini belum mendesak dirumuskan peraturan daerah tentang Korpri sebagai badan. Hal tersebut dinilainya tidak bermanfaat luas untuk publik dan cenderung bakal memperbanyak kegiatan seremonial.
"Sebelum bicara tentang substansi perda, perlu dipahami bahwa saat ini terjadi kesenjangan sosial antara PNS dengan masyarakat. Dengan adanya Perda Korpri sebagai badan, maka diperkirakan bakal membutuhkan lagi dana sekitar Rp 5 sampai 10 miliar per tahun," katanya.
Ia menilai saat ini PNS Kutim secara umum sudah sejahtera. "Banyak PNS yang sudah sejahtera. Sudah punya rumah, motor, juga mobil. Padahal mereka bekerja 5 hari per pekan. Sementara petani kita, bekerja 7 hari sepekan non stop belum sejahtera. Mereka yang seharusnya disejahterakan. Bukan PNS yang sudah sejahtera lantas disejahterakan lagi," katanya.
Ia menilai, kepentingan perumusan Perda Korpri tersebut tidak sampai di PNS kelas bawah. "Saya khawatir hanya sampai di PNS level atas. Seperti ada penambahan biaya perjalanan dan seremonial. Itu tidak efektif," katanya.
Menurutnya, Perda Korpri tidak perlu disusun karena semakin memperlebar kesenjangan sosial antara pemerintah dan masyarakat. "Saya mau bikin penjajakan melalui dua hal. Pertama, uji publik untuk memetakan opini masyarakat terhadap perda itu," katanya.
Kedua, uji internal pegawai. Nantinya akan dilihat apakah secara global apakah anggota Korpri yang punya hak suara, baik di kelas bawah maupun elite memiliki aspirasi yang sama. "Kalau mayoritas menyatakan setuju dibuat, kita pertimbangkan. Namun saya yakin kelas bawah tidak begitu merespon Perda Korpri," katanya.
Mahyunadi menegaskan bahwa penyusunan perda pembentukan Korpri sebagai badan bukanlah perintah atau amanah UU. "Itu bukan amanah UU. Secara aturan diperbolehkan, asal urgen. Misalnya banyak PNS yang tidak sejahtera, seperti di Papua. Kalau di Kutim kan sudah sejahtera, buat apa dibikin lagi," katanya. (kholish chered)