Laporan Wartawan Tribun Timur, Rudhy
TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Jaringan Suara Indonesia (JSI) menyebutkan pemilih mengambang (swing vooter) di Pemilihan Wali Kota (Pilwali) Makassar masih sangat tinggi. Angkanya bahkan mencapai di angka 50 persen lebih.
Manajer Strategi JSI Irfan Jaya mengatakan, meski sudah ada 10 kandidat pasangan bakal calon yang telah mendaftar di KPU Makassar, angka swing vooter masih sangat relatif tidak memiliki pergeseran atau perubahan yang begitu signifikan alias tetap stagnant.
"Hal tersebut berdasarkan hasil survei simulasi pasangan calon mulai Maret, Mei hingga Juni," kata Irfan saat dikonfirmasi melalui via teleponnya, Jumat (7/6/2013).
Menurut Irfan, mestinya semakin banyak kandidat yang maju jumlah swing vooternya juga harusnya menurun atau rendah. Namun sejauh ini dengan kehadiran calon yang baru muncul maupun kandidat yang sudah lama mempersiapkan diri, tidak ada pergeseran swing vooter secara signifikan.
"Malah jumlahnya relatif cukup besar," katanya.
Dia menjelaskan ada beberapa faktor serta alasan penyebab tingginya pemilih mengambang di Makassar. Karena seluruh kandidat yang maju saat ini, khususnya ditinjau dari persfektif pemilih di Makassar. Kurang lebih separuh warga Makassar berasumsi bahwa belum ada satupun kandidat yang masuk di akal mereka.
Bahkan Irfan mengaku, calon masih relatif lemah atau mungkin juga indikatornya karena kandidat saat ini tak satupun diantara mereka yang mampu menjawab ekspektasi atau apa yang menjadi keinginan mereka.
"Sehingga tingginya angka swing vooter karena tidak adanya korelasi kuat dari antara harapan publik dengan program-program yang disosialisasikan para kandidat di lapangan," tambahnya.
Selain hal tersebut, indikator lainnya, menurut Irfan yang menjadi kendala paling mendasar yakni persoalan macet, banjir dan kemiskinan.
"Faktor inilah yang menjadi persoalan utamanya. Karena sejauh ini belum ada satupun pasangan kandidat yang betul-betul mengakomodir atau mensosialisasikan tiga persoalan itu," kata Irfan.
Rata-rata calon wali kota dan calon wali kota Makassar sebagian besar tidak pernah menyuarakan hal tersebut. Bahkan kata Irfan, walaupun ada yang mensosialisasikan, tapi belum ada yang bisa memberikan solusi atau jawaban yang tetap bagaimana cara bisa menyelesaikan permasalahan itu.
"Makanya wajar saja jika swing vooter saat ini mencapai angka diatas 50 persen," ujarnya.
Irfan menambahkan, meski adanya kandidat baru yang muncul, mereka juga cenderung normatif dalam melakukan sosialisasi. Sehingga belum ada perubahan apapun terkait persoalan pemilih mengambang.
"Rata-rata baik calon yang sudah lama maupun figur yang baru muncul cenderung relatif sama dan tidak ada perbedaannya," katanya.
Terkaitswing vooter, Irfan menjelaskan, angkanya sangat fantastik berdasarkan peta kekuatan strong suporter atau pemilih fanatik yang dimiliki 10 pasangan calon.
Tingginya angka tersebut, menurut alumni Fakultas Seni UNM menjadi warning atau peringatan terhadap kandidat-kandidat yang sudah lama bersosialisasi.
Sehingga bisa jadi jika ada kandidat atau figur baru yang kuat mampu menjawab ekspektasi publik terutama tiga hal itu. Maka mereka bisa saja meraih atau mendapatkan suara yang lebih besar ketimbang kandidat yang jauh hari sudah bersosialisasi.
"Dan hal tersebut tidak bisa dipungkiri," terangnya.
Sementara itu Direktur Eksekutif Celebes Research Center Herman Heizer menyebutkan swing vooter di Pilwali Makassar jika parameternya strong vooter mencapai angka 70 persen.
"Namun jika secara umum, dalam artian pemilih lemah swing vooter hanya 15 persen," kata Herman.
Hal itu disebabkan karena ketokohan figur saat ini masih dianggap lemah. Selain itu, program yang dibuat mampu merubah paradigma masyarakat untuk menentukan pilihan.
"Kualitas figur, ketokohan kandidat, kerja tim dan program yang ditawarkan yang belum mampu membuat mereka menentukan pilihan. Dan hal itulah yang membuat masih tingginya angka swing vooter," kata Herman. (Rud)