News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ada Perbudakan Modern di Medan

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Buruh pabrik industri pengolahan limbah menjadi perangkat aluminium terlihat saat rilis di Polres Kota Tangerang, Sabtu (4/5/2013). Polres Kota Tangerang dan Kontras menggerebek serta membebaskan 34 buruh yang disekap di pabrik wajan di Kampung Bayur Opak RT 03 RW 06, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Tangerang. KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO

Laporan Wartawan Tribun Medan, Liston Damanik

TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait segera mendatangi keluarga Alice Sumampow yang dituduh memperbudak empat orang anak.

Rencana ini disampaikannya saat berkunjung ke kantor Kelompok Kerja Perlindungan Anak Sumut, Jalan Pelajar, Jumat (26/7/2013).

“Saya sudah berkomunikasi dengan kerabat Alice Sumampow. Seharusnya hari ini (Jumat) saya bisa melihat anak-anak itu. Tapi ternyata batal karena keluarga Sumampow sedang keluar kota. Akhirnya pertemuan dijadwal ulang menjadi Minggu (28/7/2013),” kata Arist.

Menurutnya, kondisi yang dialami Merry (16 tahun), Tin Tin (16), July (11), dan Juni (11) bisa dimasukkan dalam kategori perbudakan anak karena dengan status yang tidak jelas karena tanpa akta Kelahiran atau surat adopsi, keempat anak perempuan ini dipekerjakan tanpa diberikan hak-hak asasinya.

“Ini adalah perbudakan modern. Mereka tidak memiliki surat-surat identitas yang menegaskan posisi mereka dalam keluarga itu dan dipekerjakan tanpa diberikan hak-haknya seperti pendidikan dan kesempatan untuk bersosialisasi dengan lingkungan. Selain itu kondisi kesehatan mereka juga tidak baik,” katanya.

Kelompok Kerja Perlindungan Anak Sumut pada akhir Juni lalu melaporkan adanya dugaan perbudakan di sebuah rumah mewah di Jalan Samanhudi No 7 A, Medan Maimun. Pokja juga telah bertandang ke rumah milik pasangan dr Halim-Alice Sumampow dan melihat empat anak perempuan yang diduga menjadi korban eksploitasi.

Pada 27 Juni lalu, Koordinator Kelompok Kerja Perlindungan Anak Sumut Oberlin Charles Tambunan telah melaporkan kondisi ini ke Polsek Medan Kota yang mencatatnya sebagai kasus diskriminasi dan penelantaran anak dengan mengacu pada Pasal 77 UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

“Tapi sampai saat ini belum ada perkembangannya. Sebagai pelapor saya juga belum dipanggil,” katanya. (ton/tribun-medan.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini