News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

STIPAS Anulir Gelar Sarjana Mahasiswi Pembuang Bayi

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi bayi dibuang

Laporan Wartawan Pos Kupang, Egy Moa

TRIBUNNEWS.COM, RUTENG - Skolastika F Hardin (24), oknum mahasiswi yang membuang bayi perempuan, Selasa (24/9/2013) pukul 05.00 Wita, harus menghadapi ancaman sembilan tahun penjara melanggar pasal 342 KUHP dan dihakimi dalam pergaulan sosial. Selain itu dia juga harus kehilangan gelar sarjana guru agama dari Sekolah Sekolah Tinggi Ilmu Pastoral (STIPAS) Santo Sirilus Ruteng.

Skolastika tak bisa mengikuti prosesi wisuda sarjana dan diploma STIPAS, Jumat (27/9/2013) siang di Kampus STIPAS di Jalan Pelita Kota Ruteng, Kabupaten Manggarai. Skolastika seharusnya berada di antara deretan 191 orang sarjana
dan diploma yang mengenakan toga untuk mendapatkan pengukuhan.

Acara yang berlangsung meriah dihadiri Kepala Perencanaan Ditjen Bimas Katolik Kementerian Agama RI Stef Sarumaha, Wakil Bupati Manggarai Dr Deno Kamelus, S.H, M.H dan Ketua Yayasan Sukma Romo Gerardus Janur, Pr, serta ratusan undangan.

Ketua STIPAS Santo Sirilus, Romo Drs Alfons Segar, MS,Ps dikonfirmasi wartawan mengatakan, tindakan Skolastika membuang bayinya ke saluran irigasi mencoreng lembaga pendidikan guru agama.

"Perbuatannya di luar visi lembaga pendidikan yang tidak mencerminkan iman, moral, pengetahuan dan keterampilan. Yang paling penting iman dan moral," tegas Romo Alfons.

Romo Alfons menilai Skolastika tidak jujur. Dia hamil dan tidak memberitahukan kepada pengelola lembaga pendidikan itu.

"Artinya, selama empat tahun mengikuti pendidikan di STIPAS ini, dia tidak menghayati visi STIPAS yang merupakan kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh setiap civitas akademika. Kalau saja dia jujur dari awal, mungkin keputusannya tidak seperti ini," kata Romo Alfons.

Menurut Romo Alfons, lembaga pendidikan tinggi umum yang lain mungkin tak mengambil keputusan yang demikian tegas, namun STIPAS,lembaga pendidikan guru agama tidak mungkin menamatkan seseorang mahasiswi yang telah diketahui
melakukan pelanggaran hukum yang berat.

Romo Alfons juga menilai perbuatan Skolastika mencerminkan kemiskinan rohani. Empat tahun mengikuti pendidikan di STIPAS tidak tercermin dalam sikap dan tindakannya. Justru sikap itu terlihat pada saat-saat akhir.

"Artinya memang dia tidak pahami dan hayati pendidikan selama ini. Keputusan ini kontroversi, tetapi sudah final. Kita siap terima segala risikonya. Tidak ada kesempatan lagi kepada dia," tegas Romo Alfons.

"Kita tegaskan sanksi dan disiplin. Seorang guru agama dan katekis harus jujur dalam hidup. Ini salah satu nilai moral yang selama ini disembunyikannya," tegasnya lagi.

Menurut dia, sangat jelas sikap dan tindakan yang dilakukan Skolastika mencerminkan miskin rohani. Selama kuliah, ROmo Alfons mengatakan pendidikan moral tidak mengendap dalam diri yang bersangkutan. Padahal moral itu kunci utama lembaga pendidikan ini.

Sanksi pelanggaraan moral, diharapkan bisa memberikan pelajaran dan bahan refleksi kepada yang lainnya. Tindakan ini memberi penyadaran kepada yang lain yang melakukan pelanggaran disiplin.

Informasi yang diperoleh Pos Kupang (Tribunnews.com Network) di Ruteng menyebutkan, Skolastika meraih gelar sarjana pada tanggal 11 Mei 2013, ketika dia lolos dalam ujian skripsi. Skripsinya berjudul Implikasi Pendidikan dalam Keluarga Katolik Bagi Kehidupan Anak SD kelas V di SDK Pasa, Kecamatan Rahong Utara. Skolastika mendapatkan nilai 2,90, dibimbing Keristian Dahurani, S.Fil. M,Si.

Aktivis Weta Gerak GB, Roberta S. Mutis, S.Pd, tak sependapat dengan keputusan STIPAS menganulir gelar sarjana Skolastika. Keputusan itu justru merusak masa depan Skolastika, setelah bebas dari hukuman.

"Kalau katekis, silakan saja dicopot, Tetapi gelar sarjana yang sudah susah payah diperjuangkannya selama empat tahun itu, janganlah dianulir," kata Roberta, Jumat siang di Ruteng. Keputusan yang diambil STIPAS itu bisa berdampak hukum.

"Bisa digugat, karena dia sudah sekolah dan dibiayai oleh orangtuanya untuk dapat sarjana," tandas Roberta.

Diberitakan, Rabu (25/9/2013), Skolastika F Hardin (24) melahirkan seorang bayi perempuan, Selasa (24/9/2013) pagi di depan pintu WC, rumah kontrakan saudaranya di Lao, Kelurahan Wali, Kecamatan Langke Rembong. Bayi itu kemudian diletakkan di saluran irigasi, sekitar 50 meter dari rumah.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini