TRIBUNNEWS.COM, KOTAMOBAGU - Hampir 90 persen laporan perzinahan yang masuk ke Polres Bolaang Mongondow (Bolmong) berakhir di pengadilan. Pelapor yang umumnya perempuan enggan lagi berdamai dengan pasanganya dan memilih bercerai.
Data dari Polres Bolmong, kasus perzinahan sepanjang Januari hingga September sebanyak 32 laporan. Dari jumlah tersebut, 28 laporan atau 87,5 persen terselesaikan. Artinya, laporan tersebut diproses dan berlanjut sampai ke pengadilan. Kepala Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim) Polres Bolmong AKP Iverson Manossoh mengatakan, pihaknya selalu membuka mediasi bagi para pelapor dan terlapor. "Kami undang dua belah pihak dan pihak terkait lainya seperi keluarga," katanya, Selasa (29/10/2013).
Adapun selama sembilan bulan terakhir, laporan tertinggi terjadi pada Juni dengan jumlah enam pelapor. Pada Juli, laporan turun menjadi empat, namun kemudian meningkat lagi pada Agustus sebanyak lma kasus. Berikut laporan perzinahan setiap bulan. Januari (2 laporan); Februari (3), Maret (2), April (5), Mei (4), Juni (6), Juli (4), Agustus (5), dan September (1 laporan).
Data dari Pengadilan Agama (PA) Manado, kasus perceraian cukup mencenangkan. Sejak Januari 2012 sampai 29 Oktober 2013, total kasus perceraian 476. "Untuk detilnya pada 2012 yang ditangani sudah 233 kasus, di antaranya 163 kasus cerai gugat, 70 cerai talak. Sedangkan pada tahun 2013 terhitung sampai 29 Oktober sudah 243, di antaranya 74 cerai talak dan 169 cerai gugat," ujar Drs H Mal Domu SH MH selaku Humas Pengadilan Agama Manado, Selasa (29/10).
Ia menambahkan, pada tahun 2013, sebanyak 165 kasus perceraian sudah diputus, sisanya belum. Cerai gugat dalam rumah tangga artinya sang istri menggugat cerai. Jika sang suami yang ingin cerai namanya cerai talak. "Perceraian itu pada dasarnya diajukan oleh istri dan boleh juga dilakukan oleh suami," kata Domu.
Menurutnya ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya perceraian. "Perkawinan dini karena mereka belum siap menerima problem rumah tangga, ada juga gangguan pihak ketiga itu cukup signifikan. Kemudian faktor moral dan tidak ada tanggung jawab. Inilah faktor-faktor yang sangat dominan hingga terjadinya perceraian," tandasnya. (suk/art/alp)