TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Seperti halnya tahun lalu, tahun ini pun, kata dia, dana bantuan siswa miskin (BSM) yang diterima siswa diambil langsung oleh siswa di bank dengan ditemani pihak sekolah. Namun setelah dana cair, dana bantuan itu diminta kembali oleh pihak sekolah.
Dana itu pun kemudian dipotong untuk membeli berbagai perlengkapan sekolah. Proses pencairan uang di bank, kata Yusuf, sama sekali tidak melibatkan orang tua siswa meski siswa hampir seluruhnya masih di bawah umur.
"Awalnya saya juga sempat bertanya-tanya, kenapa dipotong? Buat apa? Ternyata dialokasikan untuk membeli alat-alat sekolah dan bayar ujian," kata seorang wali murid Madrasah Tsanawiyah (MTs) Nurul Iman, di Kampung Bangong, Desa Pasirpogor, Kecamatan Sindangkerta, Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Ia dan para orang tua siswa lainnya sebenarnya lebih sepakat dana BSM itu dicairkan langsung oleh siswa dengan ditemani orang tua siswa. Setelah uang cair, kata dia, semestinya pihak sekolah tidak perlu ikut campur mengenai penggunaan dana BSM tersebut. Ia beralasan orang tua tidak akan mungkin untuk menjerumuskan anaknya.
Yusuf menjamin para orang tua siswa tidak akan sembarangan menggunakan dana bantuan tersebut, apalagi untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Menurutnya, para orang tua siswa pun mengetahui peruntukan dana BSM tersebut yakni untuk membantu dan meringankan aktivitas sekolah siswa seperti untuk ongkos ke sekolah, membeli buku, les, dan lain-lain.
"Kalau langsung main potong oleh sekolah, itu sama aja dengan jual dedet (jual paksa). Bukan meringankan, justru itu sangat memberatkan. Padahal anak-anak ada kebutuhan lain yang lebih penting," ujar dia dalam bahasa Sunda.
Ia juga mempertanyakan besarnya potongan dana BSM oleh pihak sekolah. Sebab, kalau pun benar dana BSM itu dialokasikan untuk membeli berbagai perlengkapan belajar siswa yang disediakan sekolah, Yusuf meyakini besarannya tidak akan melebihi Rp 400 ribu per siswa.
"Sepatu paling Rp 40 ribu. Seragam berapa, tas berapa. Saya yakin enggak mungkin habis Rp 400 ribu per siswa. Apalagi ini kolektif, pasti bisa lebih murah," ujarnya memperkirakan harga-harga barang yang wajib dibeli siswa.
Orang tua siswa lainnya yang mengikuti rapat, juga mengaku keberatan dengan adanya pemotongan yang dilakukan pihak sekolah. Pada rapat tersebut, kata dia, para orang tua siswa seolah diminta untuk menyetujui kebijakan sekolah untuk mengalokasikan dana BSM guna membayar berbagai perlengkapan sekolah. Namun anehnya, kata dia, hasil rapat tersebut sama sekali tidak dicantumkan dalam berita acara.
"Hampir seluruh orang tua siswa protes. Masa bantuan yang harusnya Rp 550 ribu, jadi Rp 140 ribu yang diterima siswa. Waktu itu saya diam, tapi setelah saya berpikir, ini enggak bisa didiamkan, sudah keterlaluan, itu kan hak siswa," kata pria yang enggan disebutkan namanya ini. (zam)