Liputan Khusus Wartawan Surya
TRIBUNNEWS.COM - Dalam pembicaraan telepon, Zaini menceritakan hidup pahitnya di Arab Saudi. Kisah bermula pada pertengahan Mei 2005.
Ketika itu, pintu kamarnya digedor disertai suara gaduh orang memanggil-manggil namanya. Zaini yang masih mengantuk segera terbangun dan membuka pintu.
Lima orang dilihatnya berdiri di depan pintu. Mereka langsung merangsek masuk. Mereka mengatakan sesuatu dalam bahasa Arab yang intonasinya cepat.
Zaini sulit menerjemahkan perkataan mereka. Belum sempat menjawab, satu dari mereka menarik dan menekuk tangan Zaini ke punggung. Persis umumnya adegan penangkapan.
Zaini baru tahu mereka polisi, setelah ia digelandang meninggalkan kamar. Seorang di antara mereka mengatakan, Zaini telah membunuh Abdullah bin Umar Muhammad Sindi, majikan yang sudah delapan tahun dilayaninya.
”Saya kaget dan ketakutan mendengar tuduhan itu,” ujarnya.
Zaini berkali-kali membantah tuduhan itu. Namun, polisi tidak pernah mempercayainya. Malah mereka membalas dengan tendangan.
Di kantor polisi, ia malah ditambahi cambuk dan pukulan agar ia mengakui telah membunuh majikan.
Proses berikutnya, polisi menyodori Zaini secarik kertas, formulir permohonan untuk didampingi penerjemah. Zaini sempat menolak, karena ia merasa fasih berbahasa Arab.
Pengalaman kerja dan bertahun-tahun lancar komunikasi dengan warga Arab menjadi buktinya. Namun, polisi punya padangan lain. Bahasa Arabnya dianggap gagap.
Zaini kemudian mendapatkan seorang penerjemah bernama Abdul Azis. Ia pria keturunan Indonesia yang sudah menjadi warga Arab Saudi (Baca: Penerjemah Keturunan Indonesia Membawa Petaka).