TRIBUNNEWS.COM.SIDOARJO - Pengalaman serupa dirasakan Kasiati (56), juga warga Kedung Bendo.
Pada pileg April silam, dia tidak bisa memilih wakil rakyatnya, di tempatnya yang baru, Perumahan Mutiara Citra Asri (MCA).
Pada Pilpres nanti, Kasiati berharap bisa memilih.
“Saya juga ingin pilih presiden yang sanggup membantu kami,” katanya.
Tapi Kasiati belum tahu bagaimana caranya untuk bisa menggunakan hak suaranya.
Kasiati juga tidak tahu, apakah namanya masuk DPT atau tidak. Hingga kini belum pernah ada pendataan warga sebagai pemilih.
“Rasanya belum pernah petugas yang datang mendata,” tambah Harwati, warga Desa Siring menimpali.
Itu berarti, Hawati dan teman-temannya sesama korban lumpur yang pada pemilu lalu tidak masuk DPT, pada pilpres ini juga tetap tidak masuk DPT atau DPK.
“Kami juga tidak pernah mendapatkan sosialisasi. Di mana nyoblosnya, dan bagaimana mengurusnya suratnya,” katanya.
Harwati menceritakan, pada pemilu legislatif lalu, ia sebenarnya bisa memilih di tempat tinggal barunya, Desa Candipari.
Sebab ia sudah mengurus surat keterangan domisili dari kepala desa setempat agar bisa diditerima sebagai pemilih.
Pagi-pagi ia datang ke TPS. Tapi hingga siang, ia tak kunjung mendapat giliran mencoblos.
Capek menunggu, ia memilih balik pulang dan urung mencoblos.