TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA - Puluhan tahun Jatim menjadi lumbung sapi. Tak kurang dari 32 persen produksinya dilempar keluar.
Namun sekarang bayang-bayang krisis daging menggelayuti provinsi ini.
Sejak lulus dari SMA, Apriyadi (48) telah bergelut dalam dunia jagal sapi. Keahlian itu diturunkan dari sang ayah.
Sama halnya dengan sang ayah yang telah almarhum, pria asal Jl Pulo Tegalsari, Surabaya itu tidak pernah mau menyembelih sapi betina.
Sapi betina, khususnya sapi betina produktif dilarang untuk dipotong. Tapi, di banyak rumah pemotongan hewan (RPH) di Jatim, larangan dalam UU 3/2012 itu hanya menjadi hiasan.
Faktanya, sapi betina produktif, justru mendominasi RPH. Para jagal pun dengan santai menyembelihnya.
Hanya sedikit jagal yang ogah melakukannya. Apriyadi adalah satu dari sedikit jagal yang pantang menyembelih sapi betina.
“Saya tidak pernah mau sekali pun memotong sapi betina. Bahkan, sebelum ada peraturan. Saya takut kualat,” katanya saat ditemui Surya akhir pekan lalu di Surabaya.
Jagal sapi di RPH Pegirikan Surabaya ini mengungkapkan, pantang menyembelih sapi betina itu merupakan wasiat dari ayahnya, almarhum Akhmad.
Dulu, ayahnya juga seorang jagal. Apriyadi sendiri mulanya hanya membantu ayahnya menjagal sapi. Itu dilakukan sejak dia lulus SMA pada 1980-an.
Selama bertahun-tahun mendampingi ayah, Apriyadi selalu dinasihati untuk tidak sekali pun memotong sapi betina.
“Bapak saya waktu itu bilangnya cuma begini; pokoknya kalau sampai memotong sapi betina, pasti akan kualat. Bapak saya tidak menjelaskan, kualat yang seperti apa,” kenangnya.
Belakangan bapak tiga anak itu baru menyadari makna dari wejangan yang disampaikan sang ayah.
Itu terjadi saat persediaan sapi di Jawa Timur perlahan berkurang dan kelangkaan sejak 2010.