TRIBUNNEWS.COM,KULONPROGO - Meski muncul aksi unjuk rasa sebagian warga menentang rencana pembangunan bandara internasional baru di wilayah Kecamatan Temon, Kabupaten Kulonprogo, namun tim perencana pembangunan bandara menganggap sosialisasi awal yang mereka lakukan berjalan lancar.
Assekda Bidang Perekonomian dan Pembangunan DIY, Didik Purwadi, menganggap lumrah adanya penolakan sebagian warga Temon.
"Penolakan itu kan wajar karena belum ngerti," kata Didik, saat dijumpai di Kepatihan.
Karena itu, agar warga mengerti, saat ini dilaksanakan proses sosialisasi. Itu untuk memahamkan kepada warga soal perlunya dibangun bandara baru di Kulonprogo.
Sosialisasi sudah mulai dilakukan pekan lalu. Sedianya, ada 250 orang yang diundang setiap kali pertemuan. Harapannya, sosialisasi bisa menyasar seluruh warga terdampak secara bertahap.
Total, ada sekitar 600 KK di Kecamatan Temon yang terdampak pembangunan airport city Kulonprogo.
"Silakan warga curhat. Kalau setelah sosialisasi masih keberatan, ya nanti akan ada tim kajian keberatan yang memproses. Yang penting, jangan ada warga yang merasa tidak tahu (terkait rencana pembangunan airport city Kulonprogo)," kata dia.
Didik menilai, bandara baru sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan perekonomian DIY yang stagnan.
Ekonomi stagnan ini karena sektor pariwisata yang menjadi tumpuan ekonomi DIY tak bisa berkembang. Penyebabnya, karena jumlah layanan direct flight dari dan ke Yogyakarta sangat terbatas.
Khusus penerbangan luar negeri, hanya ada direct flight ke Kuala Lumpur (Malaysia) dan Singapura.
Kota-kota besar di Nusantara pun belum sepenuhnya menyediakan layanan itu.
Akhirnya, tingkat kunjungan parisiwatanya tak bisa berkembang.
"Jadi bandara baru itu manfaatkan untuk seluruh Yogya. Tapi kan mesti ada yang dikorbankan, warga Temon. Makanya ada ganti rugi bahkan ganti untung," terang akademisi UGM itu.