TRIBUNNEWS.COM,YOGYA - Pengamat Politik UGM Mada Sukmajati menilai pengesahan Undang-Undang Pemilihann Kepala Daerah oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah suatu hal yang dipaksakan.
“Draft Rancangan Undang-Undang tersebut sebenarnya telah diserahkan pemerintah kepada DPR sejak akhir 2011 yang lalu, tetapi mengapa baru dua bulan terakhir ini intensif dibahas,” ungkapnya saat dihubungi Tribun Jogja, Jum’at (26/9/2014).
Menurut Mada, apa yang diperlihatkan oleh Anggota DPR RI dalam sidang Paripurna yang mengetok pengesahan Undang-Undang Pemilukada tidak lebih dari sebuah drama yang tidak memberikan pendidikan politik kepada masyarakat.
“Dalam berpolitik ada etika yang harus dipegang oleh para anggota DPR RI. Etika tersebut berkaitan dengan kredibilitas dan komitmen para politisi. Dan apa yang mereka pertontonkan semalam, jauh dari kedua hal tersebut. Para anggota DPR RI mempertontonkan politik yang plintat plintut.” ungkap Mada.
Dengan berlakunya Undang-Undang Pemilukada, Mada menghawatirkan semakin besarnya potensi politik transaksional dalam pemilihan Kepala Daerah.
Dikatakanya, sebenarnya pemilihan kepala daerah melalui DPRD tersebut harus dikaji lebih mendalam dan banyak pertimbangan yang harus dilihat dalam menentukan hal tersebut.
“Dengan kualitas anggota DPRD yang saat ini ada, apakah kita yakin mereka akan menghasilkan sosok kepala daerah yang ideal. Hak tersebut hanya salah satu catatan dalam mekanisme pemilihan kepala daerah melalui DPRD,” ujarnya.
Koalisi Merah Putih sebagai pengusung opsi pemilihan kepala daerah melalui DPRD dianggap Mada hanya berdasarkan kalkulasi jangka pendek dan sangat pragmatis.
Untuk kedepanya, pemilihan kepala daerah melalui DPRD juga akan menimbulkan masalah di antara Koalisi Merah Putih.
Saat ini yang cukup mendominasi dalam koalisi tersebut adalah Partai Gerindra dan Golkar.
Jika kedepanya hanya dua partai tersebut yang dominan dalam mengajukan calon kepala daerah, tidak ada jaminan PKS, PPP, dan PAN akan selalu satu suara dengan koalisi merah putih.
Ditambahkan oleh Mada, jika dalam pemilihan kepala daerah melalui DPRD rakayat sama sekali tidak dilibatkan, maka akan menghasilkan pemerintahan yang oligarki.
Karena hal tersebut, seluruh element masyarakat, baik itu akademisi, LSM, dan elemet masyarkat lainya mendorong sebuah aturan yang didalamnya melibatkan masyarakat dalam proses pemilihan kepala daerah.
“Sebenarnya Undang-Undang Pemilkuda tersebut hanya aturan besarnya saja. Akan ada aturan teknis di masing-masing daerah dalam bentuk perda. Kita harus mengawal dan mendorong agar peraturan teknis tersebut mengakomodir masyarakat untuk ikut serta dalam proses pemilihan kepala daerah,” ujar Mada.
Sementara itu, menanggapi aksi Walk Out yang dilakukan Fraksi Demokrat dalam sidang paripurna, Mada mengatakan tindakan tersebut memberikan sinyal bahwa Partai Demokrat condong ke koalisi merah putih dan untuk lima tahun kedepan tidak akan mendukung pemerintahan Joko Widdodo.
“Lebih dari itu, dengan sahnya Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah juga membuat pemerintahan yang dipimpin oleh SBY selaku ketua Partai Demokrat diakhiri dengan catatan yang buruk. Selama ini saya menilai pemerintahann SBY mempunyai catatan positif mampu menjaga stabiltas politik selama masa pemerintahannya. Tetapi di ujung pemerintahanya, SBY meninggalkan instabilItas politik,” papar Mada.