TRIBUNNEWS.COM, MANGUPURA - Suasana rumah berwarna cokelat berlantai dua itu tampak ramai, namun tak ada keceriaan di wajah puluhan orang yang berkumpul di rumah yang terletak di W Park Residance Jalan Mertanadi, Kerobokan, Badung.
Suasana duka begitu terasa, rumah tersebut adalah milik Mayang Prasetyo seorang transjender korban pembunuhan sadis yang dilakukan oleh pasangannya Marcus Volke, di apartemen mereka di Teneriffe, Brisbane, Queensland Australia, Sabtu (4/10/2014).
Mereka berkumpul Selasa (7/10) pukul 19.30 Wita mengumandangkan ayat-ayat suci dalam gelaran tahlilan, guna mendoakan almarhum agar dilapangkan jalannya, demikian diungkapkan Lalu Muhammad, sopir pribadi Mayang Prasetyo.
"Ini tahlilan yang kedua kalinya kita buat, kemarin di masjid dan hari ini kita buat di rumah almarhum untuk mendoakan supaya tenang dan dilapangkan jalannya. Semua yang datang adalah teman-teman Mayang," ucap pria yang kerap disapa Aldy ini.
Pria yang menganggap Mayang sebagai anaknya ini menyatakan, hingga kini pihak keluarga di Lampung belum datang. Namun telah dikabarkan tentang meninggalnya Mayang Prasetyo.
"Sampai saat ini ibu dan adiknya Mayang belum sampai, kalau sudah sampai nanti saya yang langsung menjemputnya," ujarnya.
Dari pantauan Tribun Bali, sebelum dimulainya tahlilan terdengar perbincangan beberapa orang yang membahas perihal kematian Cece (demikian Mayang Prasetyo kerap disapa rekannya).
Mereka masih belum percaya jika Mayang telah meninggal dan caranya pun sangat sadis.
"Mereka sempat bertengkar keras, dan di suami bawa pisau lalu loncat dari lantai apartemen," bisik peserta tahlilan.
Sementara itu Albert rekan Mayang Prasetyo menyatakan, sampai saat ini belum percaya jika rekannya yang dikenal baik itu meninggal dunia dengan cara yang tak wajar.
"Sampai detik ini saya masih nggak nyangka. Terakhir saya bertemu tanggal 27 September kemarin," tuturnya kepada Tribun Bali(Tribunnews.com Network), di sela tahlilan berlangsung.
Seingat Albert, mereka berkomunikasi via wattsap dari percakapan tersebut Mayang mengungkapkan kebosanannnya dan ingin pulang.
"Dia sempat ngomong di wattsap kalau dia bosan pengen pulang. Itu aja sih," katanya.
Di mata Albert, sosok Mayang sangat spesial karena sering memberikan dukungan saat dirinya tertimpa masalah.
"Saya kenal Mayang tahun 2004. Orangnya penyemangat, dia selalu memberikan semangat saat saya terlanda kasus kehilangan," ungkapnya.
Ia pun menyatakan, keluarga Mayang di Lampung telah dikabarkan dan berpesan untuk memastikan bahwa yang meninggal adalah Mayang.
"Kami dan orangtua berharap jenazah bisa dipulangkan dan dikuburkan di Indonesia. Kami juga berharap pemerintah Indonesia bisa membantu proses pemulangan jenazah," harap Albert.