TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA - Keesokan harinya, benar-benar muncul dan menepati janji. Semula ia mengira, Surya hendak menggunakan jasanya.
Ia sempat gelagapan ketika mengetahui Surya hanya ingin mendengar pengalamannya.
Butuh waktu agak lama untuk meyakinkan, hingga ia mau bicara. Nadia mengaku, grupnya dalam akunnya punya banyak anggota. Tapi, Nadia tidak mengenal satu persatu.
Hanya beberapa teman sesama mahasiswa yang kerap bertemu yang dikenalnya.
“Hanya beberapa saja yang saya kenal akrab dan kami sering jalan bareng. Biasanya ke Sutos,” ucapnya.
Anggota tidak hanya dari Surabaya. Ada juga dari Jakarta. Tapi, mereka sering kumpul-kumpul di Surabaya. Kadang hanya sekadar untuk bersantai.
Setiap pemilik akun di grup itu, akan mendapat sebuah logo berupa watermark yang bisa digabungkan dengan foto-foto pribadi.
Foto-foto pribadi inilah yang kemudian dipasang di akun Twitter untuk berpromosi.
Tidak ada istilah mami, germo, atau mucikari di klub ini. Demikian halnya tak semua anggota yang ada di dalamnya adalah perempuan-perempuan yang bisa dibooking.
Beberapa malah hanyalah orang-orang yang doyan berfoto panas, lalu menyebarkannya melalui akun Twitter.
Bagi perempuan-perempuan di dalamnya yang bisa di-booking, adalah PSK-PSK yang independen.
Artinya, mereka tak memiliki kewajiban menyetor sebagian uang yang diperoleh dari klien kepada siapapun.
“Grup itu cuma untuk menandai mana yang akun asli dan mana yang bukan,” jelasnya. (idl/ben/day)