TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA - Bantuan siswa miskin yang diwujudkan dengan Kartu Indonesia Pintar (KIP) tak hanya menyasar siswa sekolah formal.
Siswa-siswa tidak mampu (miskin) di lembaga pendidikan nonformal/informal seperti pesantren, pusat kegiatan belajar mengajar dan Balai Latihan Kerja (BLK) juga akan mendapatkan bantuan ini.
KIP juga akan diberikan kepada anak usia sekolah yang tidak berada di sekolah seperti anak jalanan, pekerja anak, anak panti asuhan serya difabel.
Spesialis Senior Komunikasi dan Pelaksanaan Program, Sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Rajeshanagara Sutedja mengungkapkan, KIP ini akan diberikan bersamaan dengan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS).
Sistem pendataan KIP berbasis rumah tangga, tidak lagi berbasis sekolah seperti sebelumnya.
Artinya, siswa yang berhak mendapatkan KIP adalah anak-anak rumah tangga miskin yang juga mendapatkan KKS dan KIS.
Karena itu KIP juga akan diberikan bersamaan dengan KKS dan KIS ke masing-masing rumah tangga sasaran.
Selanjutnya siswa yang mendapatkan KIP wajib melapor ke sekolah untuk di data.
Data dari sekolah ini lalu disetor ke dinas pendidikan kabupaten/kota untuk kemudian dilaporkan ke kementerian kebudayaan, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
"Nanti menteri akan mengeluarkan SK pencairannya,"terang Rajesh saat ditemui di Surabaya, Rabu (26/11/2014).
Sistem pencairan KIP tak ubahnya BSM. Siswa tinggal membawa kartu ini ke lembaga keuangan yang bekerjasama dengan kabupaten/kota nya masing-masing seperti Bank Pembangunan Daerah (BPD) atau Bank Mandiri.
"Untuk sementara memang tetap seperti itu. Tetapi ke depannya akan diupayakan menggunakan layanan keuangan digital seperti pencairan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Jadi, siswa akan diberikan SIM Card berisi e-money sehingga dana ini tinggal dicairkan ke lembaga keuangan dari sms nya,"terangnya.
Khusus untuk anak jalanan, pekerja anak, anak panti asuhan dan difabel yang belum dua tahun putus sekolah akan dikembalikan lagi ke sekolah formal.
Sementara yang lewat dua tahun tetapi masih usia sekolah akan diserahkan ke PKBM maupun BLK. Mereka ini juga mendapatkan KIP sesuai data rumah tangganya.
"Untuk pendataan anak jalanan, pekerja anak, anak panti asuhan dan difabel ini kami bekerjasama dengan kementerian sosial,"terang alumnus FISIP Universitas Indonesia.
Besarnya KIP sama persis dengan bantuan siswa miskin yang sudah dua tahun berjalan.
Untuk SMA mendapatkan Rp 1 juta per tahun, SMP Rp 700.000 per tahun dan SD Rp 600.000 per tahun.
Pilot Project KIP di Jatim akan menyasar 160.000 anak usia sekolah, 900 diantaranya dari Kota Surabaya dan Banyuwangi.
Siswa sasaran KIP ini akan diperluas jangkauannya pada tahun 2015 mendatang.
Bagaimana dengan siswa miskin yang belum tercover KIP, menurut Rajest pihaknya akan melakukan evaluasi dalam proses pencairannya.
Bisa jadi akan ada kuota tambahan seperti halnya mekanisme formulir usulan sekolah (FUS) yang dilakukan tahun lalu.
Mekanisme FUS dikeluarkan karena penyerapan BSM sangat rendah, hanya 62 persen.
Sementara yang memakai FUS mencapai 38 persen.
"Apakah nanti ada mekanisme FUS, lihat evaluasinya pertengahan tahun depan,"katanya.
Rajesh memastikan KIP ini tidak akan berbenturan dengan program lain seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS). KIP bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi siswa seperti membeli buku atau biaya transportasi ke sekolah.
Sementara BOS sudah ada alokasi kegiatan yang akan dibiayai.
Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Jatim Harun berharap semakin banyak anak miskin yang terjangkau program ini.
Karena itu, dia berharap sekolah dan kabupaten/kota untuk antusias melakukan pendataan siswa-siswanya.
"Kalau dibutuhkan kami memiliki data yang sangat lengkap dari penerima bantuan siswa miskin (BSM) tahun ini,"kata Harun saat ditemui di kantornya, Senin (26/11/2014).
Harun juga berharap lembaga pendidikan informal/nonformal untuk merespon kebijakan ini dengan memberikan kesempatan siswa putus sekolah untuk bergabung di lembaganya.
"Dengan program ini harapannya tidak ada lagi anak yang putus sekolah atau tidak sekolah. Semua harus kembali sekolah, baik formal, informal maupun nonformal,"tegasnya.
Hasil evaluasi pelaksanaan BSM dua tahun terakhir, Harun mengklaim sudah sesuai sasaran.
Dia hanya berharap, sekolah maupun orangtua siswa benar-benar memberikan bantuan itu untuk kebutuhan siswa.
"Jangan ada penyimpangan dana ini. Harus diserahkan ke siswa by name by adress,"tegasnya. (Uus)