TRIBUNNEWS.COM, KENDARI - Seorang pengacara di Kendari, Muh Yusuf dilaporkan ke polisi karena dituding telah menunjukkan pistol ke anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Sulawesi Tenggara (Sultra), La Pelita. Peristiwa itu terjadi saat Pelita mengamankan lahan yang diklaim milik pemerintah provinsi di Jalan Edy Sabara, Kendari.
Laporan tersebut disampaikan ke Kepolisian Daerah (Polda) Sultra pada Selasa (2/12/2014), sesaat setelah insiden penodongan itu.
Kepala Satuan (Kasat) Pol PP Pemprov Sultra Arrijalu mengungkapkan, peristiwa itu berawal ketika anggotanya, La Pelita tengah mengawasi lahan yang terletak di Jalan Edy Sabara, samping Hotel Clarion. Lahan tersebut diklaim oleh seorang pengusaha yang akan membangun sebuah hotel berbintang dari perusahaan Menara Hebron Hotelindo.
“Saat anggota kita sedang berjaga, tiba-tiba pak Yusuf muncul. Kepada para petugas Satpol PP yang berjaga, dia mengaku sebagai pengacara dari pengusaha tersebut. Pembicaraan agak memanas, kemudian Yusuf mengacungkan sebuah pistol ke arah salah petugas Satpol PP kami,” ungkap Arrijalu di kantornya, Kamis (4/12/2014).
Aksi "cowboy" sang pengacara itu, lanjut Arrijalu, bisa dicegah oleh anggota Satpol PP lainnya, dengan cara merebut pistol dari pemiliknya. Setelah itu, mereka melaporkan oknum pengacara itu ke Polda Sultra. Tapi materi laporannya bukan tentang penodongan, melainkan kepemilikan senjata api sang pengacara tersebut.
"Kasus ini sudah kami laporkan. Kalaupun yang bersangkutan ingin menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan kami tidak bisa memutuskan secara sepihak, karena ini laporan ini atas nama kesatuan kami," tandas Arrijalu.
Di tempat terpisah, Yusuf membantah telah menodongkan pistol ke arah petugas Satpol PP. Dia mengakui sengaja mencabut pistolnya dan langsung meletakkannya ke tanah. Upaya itu diklaim Yusuf untuk mencegah agar petugas tidak langsung menyerang dirinya.
"Sesuai dengan izin kepemilikan, pistolku untuk bela diri, sehingga saat saya keluarkan pistol itu untuk berjaga-jaga, masih hal yang wajar," tuturnya.
Yusuf mengaku mendatangi lahan itu setelah dia menerima informasi bahwa tanah kliennya dimasuki sekitar 100 petugas Satpol PP yang melarang melanjutkan pembangunan hotel. Setibanya di lokasi, dia mengaku bersitegang dan dibentak oleh salah seorang Satpol PP.
"Karena saya lihat jumlah Satpol PP ini cukup banyak, maka saya mengeluarkan pistol saya supaya mereka berpikir tidak menyerang saya. Tapi tidak ada penodongan, saya tahu hukum, tidak melakukan hal sebodoh itu," jelasnya.
Dikatakan Yusuf, lahan tersebut memang masih menjadi sengketa antara Pemprov Sultra dengan kliennya. Namun sesuai putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, lahan itu dimenangkan oleh kliennya. Pihak pemprov belum menerima keputusan tersebut dan berencana melakukan peninjauan kembali (PK).
“Pemprov belum mempunyai alat bukti baru (novum) atas kepemilikan lahan tersebut. Sampai saat ini pun juga upaya PK tersebut belum terdaftar di pusat," tutupnya.
Sementara itu, Kepala Sub Bidang Pusat Informasi dan Dokumentasi (Kasubbid PID) Polda Sultra Kompol Dolfi Kumaseh membenarkan laporan tersebut.
“Hari Selasa kita terima laporan dari seorang anggota Satpol PP tentang adanya penodongan, sementara kita lidik. Dalam waktu dekat akan dimintai keterangan korban atau pelapor serta terlapornya,” singkat Dolfi.
Penulis: Kontributor Kompas.com Kendari, Kiki Andi Pati