Laporan Reporter Tribun Jogja, Agung Ismiyanto
TRIBUNNEWS.COM, MAGELANG - Di tengah gencarnya obat-obatan berbahan kimia yang masuk di Indonesia, obat herbal dan jamu menjadi salah satu alternatif untuk penyembuhan masyarakat yang aman dan tanpa efek samping. Jamu yang juga merupakan warisan resep nenek moyang juga terbukti ampuh untuk mengatasi beragam penyakit secara alami.
Meski demikian, gaung jamu sebagai resep mujarab harus tetap dikumandangkan pada masyarakat khususnya generasi muda.
Eka Sulastri, nampak sibuk menghaluskan beragam jenis tanaman untuk resep jamu. Mengenakan kebaya dipadu jilbab berwarna ungu, perempuan berusia 36 tahun itu cekatan menghaluskan aneka bahan tanaman seperti jahe, kencur, beras, dan daun-daunan untuk obat-obatan lainnya.
Selama hampir 20 menit, perempuan asal Garut, Jawa Barat ini kemudian mengukus resepnya tersebut di atas kompor gas. Sesekali tangannya sibuk mengaduk bahan jamu tersebut dan menambahkan daun ataupun gula jika dirasa kurang.
“Harus telaten dan sabar agar hasil jamunya bisa maksimal. Saya bikin beras kencur,” ujar Eka sembari tangannya sibuk mengaduk resepnya tersebut.
Eka merupakan satu diantara sejumlah finalis lomba pemilihan Ratu Jamu Gendong dan Jamu Gendong Teladan yang berkompetisi dalam grand final yang digelar di Candi Borobudur, Minggu (7/12/2014).
Dalam kompetisi ini, Eka didaulat sebagai juara I Ratu Jamu Gendong Indonesia yang menyisihkan tiga finalis lainnya dari seluruh Indonesia. Sementara, Citra Wahidatul Janah didaulat sebagai juara II Ratu Jamu Gendong Teladan 2014.
“Saya tak menyangka bisa menjadi juara, rasanya senang dan bangga. Namun, di sinilah tantangan saya agar tetap melestarikan warisan nenek moyang,” katanya.
Dia mengatakan, mulai meracik jamu sejak umur 16 tahun. Selepas menamatkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP), Eka langsung terjun untuk meracik jamu dan berbisnis jamu keliling hingga Bandung, Jawa Barat. Resep racikan jamu itu didapatkannya dari keluarganya yang memang sejak turun temurun berjualan jamu.
Berbekal tekad dan keyakinan, Eka tak pantang menyerah menjual jamu. Penghasilan pas-pasan bukan menjadi keluhan dan penghambat agar tetap maju. Justru dengan menjadi penjual jamu, kata dia, dia melihat prospek bisnis yang cerah.
“Saya melihat ada peluang bagus dan banyak manfaat dengan menjadi tukang jamu. Selain mendapat keuntungan, tukang jamu juga mengingatkan masyarakat agar sehat,” katanya.
Keyakinan dan tekad dari ibu satu putra itu terbukti. Dari keuntungan belasan ribu, kini dalam seharinya dia bisa menjual 10 botol jamu racikannya dengan penghasilan seharinya sekitar Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribu.
Meski masih menggunakan resep tradisional, Eka tak segan-segan menambah pengetahuan dan riset tentang resep herbal untuk jamu dengan memanfaatkan internet. Sementara, dengan uang yang didapatkannya dari kompetisi itu, dia berniat akan menambah modal untuk jamunya.
“Saya juga berencana membeli sepeda motor untuk mengantar pesanan jamu saya hingga berkeliling Bandung. Karena selama ini, saya naik angkutan kalau jualan jamu,” paparnya. (tribunjogja.com)