TRIBUNNEWS.COM,BATANG - Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Batang, Jawa Tengah Abdul Aziz menyatakan, harga tanah di lokasi PLTU Batang sesuai NJOP (nilai jual obyek pajak) sebesar Rp 20 ribu per meter.
Harga tersebut jauh dibawah harga yang ditawarkan oleh Bhimasena Power Indonesia (BPI) sebesar Rp 100 ribu per meter.
"Masyarakat pemilik lahan di PLTU Batang hanya akan mendapat harga NJOP jika UU No 2 tahun 2012 diterapkan. Karena itu agar keuntungan dari penjualan tanahnya maksimal, warga sebaiknya segera melepaskan tanahnya. Proyek ini tidak mungkin terhenti dan telah dijadikan prioritas oleh pemerintah pusat sebagai solusi mengatasi ancaman krisis listrik nasional," jelas Abdul Azis akhir pekan lalu.
Sesuai keputusan pemerintah, penyelesaikan pembebasan sisa lahan proyek PLTU Batang, akan menggunakan UU no 2 tahun 2012 mulai Januari 2015.
Sesuai ketentuan UU tentang Pembebasan Tanah Untuk Kepentingan Umum tersebut, Abdul Azis mengatakan, pembebasan lahan, akan sangat tergantung pada perhitungan NJOP.
Itu sebabnya BPN sangat menyayangkan jika masyarakat pemilik lahan tidak segera melepas tanah lahannya untuk mendapatkan keuntungan maksimal.
Bisa jadi harga jual tanah lahan warga akan jauh lebih kecil dari yang sekarang telah dibebaskan PT BPI (Bhimasena Power Indonesia).
"Akan lebih baik jika para pemilik lahan menjual lahannya sekarang sebelum UU No. 2 tahun 2012 diimplementasikan pada Januari 2015. Sehingga warga akan mendapat keuntungan yang paling optimal," ujar Abdul Azis.
Saat ini pihak BPN sudah melakukan proses legalisasi atau sertifikasi lahan yang telah dibebaskan PT BPI.
Hal itu termasuk proses pengukuran untuk meningkatkan legalitas aset tersebut.
PLTU Batang yang berkapasitas 2 x 1.000 MW akan memasok listrik bagi 35% penduduk di wilayah sekitarnya yang belum mendapatkan aliran listrik.
Area proyek PLTU Batang mencapai luas sekitar 226ha di 3 desa yaitu Ujungnegoro,Karanggeneng dan Ponowareng untuk power block.
Dari total luas lahan tersebut yang belum dibebaskan sekitar 13%.
Sebelumnya Bupati Batang Yoyok Riyo Sudibyo menegaskan, pemerintah kabupaten Batang terus berusaha membantu penyelesaian proses pembebasan sisa lahan proyek PLTU Batang sebelum akhir tahun ini.
Langkah ini dilakukan Bupati Yoyok untuk memaksimalkan keuntungan para pemilik lahan ketika menjual tanahnya untuk proyek negara tersebut.
Pemerintah pusat telah menyampaikan bahwa mulai 1 Januari 2015 pembebasan lahan akan menggunakan UU No 2 tahun 2012.
Jika merujuk pada aturan tersebut, keuntungan pemilik lahan dari penjualan tanahnya bisa berkurang, karena patokannya adalah NJOP dan faktor lainnya di lokasi tersebut.
"Karena itu Pemkab Batang akan berusaha semaksimal mungkin agar transaksi ini selesai sebelum Januari, sehingga masyarakat bisa menikmati untung lebih tinggi," jelas Yoyok di Batang, Rabu (17/12/2014).
Bupati juga menambahkan, proyek PLTU Batang sangat penting artinya bagi pembangunan di wilayah ini.
Apalagi banyak daerah lain yang juga berminat untuk mengalihkan proyek listrik berkapasitas 2000 MW ini ke daerah mereka.
Dengan adanya PLTU yang akan menelan biaya investasi hampir Rp 50 triliun ini, sektor ekonomi Batang diyakini akan menjadi lebih dinamis dan sesuai dengan salah satu visi misi Bupati yaitu Ekonomi Bangkit.
"Adanya listrik berarti akan mendorong munculnya investasi dan peluang lapangan kerja baru. Apa yang kita lakukan hari ini sangat penting artinya bagi genarasi muda di Batang, karena mereka butuh pekerjaan," tandas Bupati Yoyok yang saat ini sedang giat membangun infrastruktur di daerahnya untuk kesejahteraan masyarakat.
Target Presiden
Sementara itu Presiden Joko Widodo dalam kegiatan Musrenbangnas dengan para kepala daerah di hotel Bidakara Jakarta (18/12) menegaskan, bahwa pemerintah akan terlibat langsung dalam percepatan pembangunan proyek listrik di daerah.
Itu sebabnya pemerintah akan fokus mengatasi berbagai hambatan seperti masalah perizinan dan pembebasan lahan.
"Pembebasan lahan butuh waktu 3-4 tahun. Karena itu kita berkumpul hari ini (musrenbangnas) untuk menyelesaikan masalah di lapangan," tegas presiden.
Presiden menyatakan, selama lima tahun ke depan pemerintah akan mendorong pembangunan pembangkit listrik untuk memenuhi kebutuhan energi nasional yang terus meningkat.
Dengan sumber daya yang melimpah, presiden menargetkan mampu membangun pembangkit listrik baru hingga 35.000 MW.