TRIBUNNEWS.COM,MALANG – Kenaikkan harga elpiji 12 kilogram sebesar Rp 18.000 per tabung juga berdampak pada perajin keramik di Kelurahan Dinoyo, Kota Malang.
Kenaikkan harga elpiji otomatis menyebabkan biaya produksi perajin keramik semakin membengkak.
Ketua paguyuban perajin keramik Dinoyo, Samsul Arifin mengatakan kenaikkan elpiji yang terjadi pada pertengahan September 2014 lalu sudah membuat beberapa perajin kalang kabut.
Bahkan, sebagian perajin ada yang pindah dari perajin keramik menjadi perajin gips.
“Jumlah perajin di sini (Dinoyo) sekitar 34 orang. Dari jumlah itu ada 10 perajin yang pindah menjadi perajin gips akibat kenaikkan harga elpiji pada September 2014 lalu. Kalau sekarang harga elpiji naik lagi, mungkin akan bertambah banyak yang pindah menjadi perajin gips. Karena untuk membuat kerajinan gips tidak perlu dibakar,” kata Samsul, Minggu (4/1/2015).
Elpiji memang menjadi kebutuhan utama bagi perajin keramik. Para perajin menggunakan elpiji untuk membakar keramik.
Namun, jika harga elpiji terus melambung tinggi, para perajin juga tidak mampu membeli elpiji.
Para perajin akan terus merugi karena biaya produksi semakin membengkak.
“Setelah kenaikkan harga elpiji yang pertama, kami masih mau menaikkan harga keramik. Belum sempat dinaikkan, sekarang harga elpiji sudah naik lagi. Ketika kenaikkan pertama, pendapatan kami sudah turun 10 persen, kalau sekarang turunya bisa mencapai 20 persen,” ujarnya.
Setiap melakukan pembakaran keramik, Samsul butuh 6 tabung elpiji 12 kilogram. Dalam satu bulan, ia melakukan pembakaran sebanyak 8 kali.
Berarti, dalam satu bulan, Samsul butuh 48 elpiji 12 kilogram untuk proses pembakaran.
Sebelumnya, Samsul membeli elpiji 12 kilogram di pengecer dengan harga Rp 119.000 per tabung. Setiap bulan, ia harus mengeluarkan ongkos Rp 5.712.000 untuk membeli elpiji 12 kilogram.
Jika harga elpiji naik menjadi Rp 136.000 per tabung, berarti biaya membeli elpiji membengkak menjadi Rp 6.528.000 per bulan.
“Ongkos untuk membeli elpiji bisa membengkak Rp 1 juta per bulan. Sekarang saya masih belum membeli elpiji, karena masih ada stok,” katanya.
Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Malang, Herman Marjono mengatakan kenaikkan harga elpiji 12 kilogram juga berdampak terhadap usaha perhotelan dan restoran di Kota Malang.
Biaya operasional yang dikeluarkan hotel untuk membeli elpiji akan ikut membengkak.
Menurutnya, hotel menggunakan elpiji untuk dapur dan pelayanan air panas kepada pelanggan. Kebutuhan elpiji di hotel juga cukup tinggi.
Ia mencontohkan kebutuhan elpiji di hotel Splendid miliknya mencapai 25 tabung per bulan.
“Sekarang, kondisi usaha perhotelan semakin terjepit. Tarif daftar listrik naik, elpiji juga naik terus. Sedangkan pelanggan hotel sepi, karena persaingannya cukup ketat. Kami sudah mengirim surat ke Kementerian Pariwisata soal hal ini, tapi tetap tidak ada solusi,” katanya.
Baru sekitar tiga bulan naik, harga elpiji 12 kilogram naik lagi Rp 1.500 per kilogram mulai 2 Januari 2015. Berarti kenaikkan harga elpiji 12 kilogram mencapai Rp 18.000 per tabung.
Sebelumnya, harga elpiji 12 kilogram dari agen Rp 116.000 per tabung. Sekarang, harga elpiji 12 kilogram Rp 136.000 per tabung. (sha)