TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Akta kematian yang bakal diterbitkan pemerintah untuk korban AirAsia QZ8501 tidak akan menyertakan tempat dan tanggal kematiannya. Sebab tidak bisa dipastikan kapan korban QZ8501 meninggal dan dimana lokasi meninggalnya.
Padahal, dalam akta kematian formatnya jelas, harus disebutkan tanggal kematian dan lokasinya.
“Karena ini kasuistik, harus ada pengecualian. Hal itulah yang saat ini sedang kami koordinasikan,” kata Kepala Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Kependudukan Pemprov Jatim, Edi Purwinarto kepada SURYA Online (Tribunnews.com Network), Senin (5/1/2014).
Edi mengaku pihaknya akan berkoordinasi dengan AirAsia, kepolisian, dan pihak asuransi untuk menyepakati itu.
"Harus ada kesepakatan khusus untuk mengakui bahwa akta kematian tanpa menyebutkan tanggal dan lokasi meninggal, diakui dan sah," katanya saat di Posko DVI Polda Jatim.
Kendati Pemprov Jatim yang membuka desk di Posko DVI dan melakukan koordinasi dengan sejumlah pihak, penerbitan akta kematian tetap akan dikeluarkan dinas tingkat kota/kabupaten, sebagaimana ketentuan yang berlaku.
Penerbitan akta kematian juga menjadi hal penting untuk korban kecelakaan AirAsia. Salah satunya untuk pengurusan asuransi. Karena itulah, pihak asuransi juga bakal diajak berkoordinasi untuk menyepakati pengecualian ini.
Dari 162 orang korban kecelakaan AirAsia, terhitung ada 119 orang warga Jawa Timur. Rinciannya, 61 warga Surabaya, 34 korban asal Malang, 6 korban dari Pasuruan, 1 korban asal Kediri, 2 dari Tulungagung, 1 asal Sidoarjo, 7 dari Mojokerto, 3 warga Lumajang, dan 4 korban asal Probolinggo.