TRIBUNNEWS.COM, GIANYAR - Warga Banjar Bunutan, Desa Pakraman Bunutan Kedewatan, Kecamatan Ubud geram bukan main, Jumat (13/2/2015). Kemarahan warga memuncak karena peringatan mereka tidak diindahkan manajemen Kupu-Kupu Barong yang tengah membangun sebuah hotel bertingkat.
Warga tak mengizinkan karena bangunan yang kini dalam proses tersebut berdiri persis di sebelah selatan Pura Dalem Tenggaling Bunutan. Padahal dalam paruman desa jelas disepakati, masyarakat tidak akan setuju apabila ada bangunan bertingkat dengan ukuran radius 100 meter dari areal suci perhyangan.
"Berdasarkan paruman pada tahun 2009 lalu, masyarakat kami menolak dengan tegas apabila ada bangunan bertingkat di areal pura dalam radius 100 meter," tegas perwakilan warga, I Made Ardiana saat diwawancarai Tribun Bali (TRibunnews.com Network) di Wantilan Pura Dalem Tenggaling Desa Pakraman Bunutan.
Mantan Bendesa Adat Bunutan ini mengatakan, selama ini warganya tidak pernah mendapatkan sosialisai dari pihak manapun terkait pembangunan hotel bertingkat tersebut. Namun kendati disosialisasikan, ia bersama warga menyatakan akan tetap menolak pembangunan hotel bertingkat tersebut.
"Memang karena tidak pernah ada sosialisai, kalaupun ada sedari awal kami pasti menolak. Harga mati bagi kami. Kalau tidak bertingkat, ya tidak masalah," tuturnya.
Warga pun sadar saat material bangunan dan pengerjaannya terus berlanjut. Sontak warga terkaget saat mengetahui Hotel Kupu-Kupu barong ternyata membuat bangunan bertingkat. Batasnya hanya berjarak tiga meter dari penyengker pura. Bagi warga, ini adalah bentuk pelecehan yang tidak bisa ditoleransi.
"Cuma dibatasi jalan, jaraknya hanya tiga meter saja. Kita merasa disini sangat diremehkan, disepelekan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Paruman kita tidak dianggap, perhyangan kita dinodai," ungkapnya.
Ardiana bahkan sampai memohon agar manajemen Kupu-Kupu Barong dan pihak berkepentingan lainnya menghormati kearifan lokal masyarakat setempat. Warga Bunutan tidak anti pembangunan infrastruktur pariwisata. Namun mereka akan menolak pembangunan pariwisata yang ngawur.
"Kami bukan antipariwisata. Tapi mohon bagi investor, hargai kearifan lokal kami. Jangan hanya berbekal izin dan sebagainya, kalian justru menyakiti hati kami," harapnya.
Dalam mediasi yang berlangsung dari pukul 09.30 Wita sampai 12.00 Wita ini, warga juga mempertanyakan bagaimana mekanisme izin bisa keluar dari BPPT Kabupaten Gianyar.
"Pariwisata jangan semena-mena. Jangan makan kami seperti ini. Saya juga tidak tahu apa BPPT sudah melakukan hal yang tepat. Begitu juga dengan perbekel kami yang saat itu berani tanda tangan. Ada apa ini?" sambungnya seraya bertanya.
Kepala BPPT Kabupaten Gianyar, Ngakan Putu Dharmajati menolak saat diminta menjelaskan kronologis pengeluaran izin pembangunan hotel Kupu-Kupu Barong yang rencananya bertingkat empat. Secara formal ia mengatakan akan kembali menggelar mediasi untuk kedua belah pihak.
"Kita akan adakan pertemuan lagi minggu depan. Karena hari ini belum ada kesepakatan. Jika ketemu dan sepakat nanti, izin akan kita review," ujarnya.
Ia menjelaskan, dalam proses pengeluaran izin pihaknya sudah bekerja sesuai dengan standar prosedur yang berlaku. Hanya saja, miskomunikasi terjadi di bawah karena masyarakat tidak mendapatkan sosialisasi.
"Kalau masalahnya dibilang soal perizinan, dari prosedur pengajuan izin sudah bisa mereka (Kupu-Kupu Barong). Namun ada sedikit missed di dinas terkait. Ya kurangnya sosialisasi itu," jelas Dharmajati.