TRIBUNNEWS.COM, LAMONGAN – Kemiskinan mendera seorang ibu, Samilah (80) yang hidup sebatang kara di Desa Karangwungu Kecamatan Karanggeneng ini bernar – benar
memprihatinkan.
Hari harinya untuk makan hanya menunggu belas kasihan tetangga dan warga setempat.
Yang lebih memprihatinkan adalah, tak jarang ia harus memasak nasi aking dari nasi yang tak habis dimakannya atau sengaja disisakan atas pemberian orang untuk makan sehari – hari.
Untuk membeli beras, Samilah jelas tidak mampu, selain tidak mempunyai uang, harga beras juga melonjak tinggi tak terjangkau olehnya.
Beras raskin yang diterimanya setiap dua bulan sekali dirasakan Samilah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya.
Terkadang ia harus menjual sebagian berasnya kepada orang lain untuk membeli bumbu dapur dan kebutuhan lain.
Tentu dengan harga yang murah, karena beras yang dijualnya dari beras raskin yang secara umum kuwalitasnya dinilai minus, utamanya bagi orang – orang berpunya.
Samilah mampu bertahan hidup sampai sekarang hanya memutar beras raskin serta belas kasih pemberian orang.
“Bekerja juga tidak bisa, karena sudah tua. Makannya ya dari pemberian tetangga dan keponakan,”kata Samilah.
Samilah memang tidak dikarunia seorang anakpun hingga suaminya meninggalkannya untuk menghadap sang Kholiq.
Samilah menempati rumah terbuat dari dinding sesek dan tiang bambu dengan ukuran 4 meter x 7 meter. Hanya satu tempat tidur reot dan tikar yang kesehariannya untuk alas tidur seorang diri.
Sementara lampu yang menerangi dalam rumahnya juga atas belas kasih tetangga yang menyalurkan listriknya ke rumah Samilah.
Bagi Samilah mengkonsumsi nasi aking menjadi berkah tersendiri, kala beras habis.
Sementara untuk lauk pauk, seadanya.