Laporan Wartawan Surya, Satria Akbar Sigit
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Akibat insiden kecelakaan lalu lintas pada 24 Februari 2015, kini Teddy Sanjaya harus berurusan dengan pihak kepolisian. Teddy diduga telah merusak kaca spion mobil Pajero milik pria yang mengaku sebagai Dirut Perhutani di Wilangan, Nganjuk malah ditetapkan tersangka.
Namun pihak keluarga mengaku menemukan beberapa keanehan dalam penetapan Teddy sebagai tersangka tersebut.
"Kami awalnya melaporkan kejadian tersebut sebagai korban tabrak lari. Namun tiba-tiba malah Teddy yang jadi tersangka," terang Biao Wan, ibu Teddy.
Biao yang juga menyaksikan insiden tersebut mengatakan, pihaknyalah yang pertama menjadi korban.
Ia juga mengatakan ada beberapa permasalahan dalam proses hukum tersebut. Antara lain adalah pelaporan dari pihaknya yang tidak mendapat tanggapan dan pasal yang tidak konsisten dalam menjerat Teddy.
Ia mengatakan bahwa mobil Toyota Yaris dengan nomor L 1881 OQ miliknya lah yang pertama diserempet oleh mobil Mitsubishi Pajero dengan nomor polisi L 101 HT yang dikendarai seorang yang mengaku sebagai Dirut Perhutani itu. Insiden itu terjadi di dekat pintu kereta api Wilangun.
Pihak Biao pun berujar bahwa mobil Pajero tersebut berusaha kabur setelah menyerempet mobilnya. Alhasil, sempat terjadi kejar-kejaran antara kedua mobil tersebut sebelum akhirnya Teddy berhasil menghadang Pajero.
Setelah kedua mobil berhenti, Teddy meminta agar pengendara mobil itu turun untuk menyelesaikan masalah. Namun pengendara mobil tersebut malah menjawab. "Nanti akan diselesaikan anak buah saya," sambil berusaha untuk melanjutkan perjalanannya.
Tonny, kakak Teddy, akhirnya turun dari mobil untuk menghadang mobil Pajero tersebut dan meminta sopir untuk turun. Namun Tonny malah mendapat jawaban dari seorang pria yang duduk di kursi belakang mobil.
"Saya pejabat pemerintah, Dirut Perhutani, kamu mau apa?" ujar pria itu.
Biao mengatakan, saat kejadian itu berlangsung, beberapa orang dengan seragam perhutani kemudian memaksa Tonny untuk minggir.
Namun Tonny bersikukuh untuk memaksa pengendara mobil tersebut turun, sembari menawarkan opsi untuk menyelesaikan masalah itu dengan bantuan kepolisian.
Penumpang Pajero pun setuju dengan opsi tersebut dan kedua mobil berjanji untuk berjalan menuju ke pos polisi terdekat. Namun ternyata mobil Pajero itu lanjut jalan terus ketika melewati pos polisi Awar-Awar.
Kedua mobil terus akhirnya terus beriringan berjalan hingga melewati Polsek Bagor. Namun karena tidak melihat adanya inisiatif dari mobil Pajero itu untuk berhenti, akhirnya Teddy memepet mobil itu hingga berhenti di pinggir jalan.
Setelah kedua mobil berhenti, Teddy yang sudah emosi lalu memukulkan stang dongkrak miliknya ke kaca spion mobil Pajero tersebut hingga pecah, tapi penumpang di mobil itu tetap tidak bergeming.
Akhirnya datanglah seorang polisi menghampiri dan meminta keterangan tentang kejadian tersebut. Kedua mobil lalu dibawa ke Polsek Bagor.
Sesampainya di Mapolsek Bagor, barulah penumpang mobil Pajero itu turun untuk menghampiri para polisi. "Saya Direktur Perhutani, saya sudah telepon Polres Nganjuk dan anak buah saya. Nanti biar mereka yang urus," ujarnya.
Tak lama kemudian, datanglah beberapa mobil yang satu diantaranya milik Laka Lantas Polres Nganjuk. Pria yang mengaku sebagai Dirut Perhutani itu lalu meninggalkan lokasi dengan satu diantara beberapa mobil tersebut.
Perkara ini kemudian dilanjutkan di Polres Nganjuk. Di sana, sempat dilakukan proses mediasi antara kedua belah pihak, namun pihak pengendara Pajero memilih untuk tetap menuntut atas perusakan kaca spion yang dilakukan oleh Teddy.
Ia pun akhirnya dijerat dengan pasal 406 KUHP tentang perusakan. Akhirnya, pihak Biao balik melaporkan pengendara Pajero atas tindak pidana pemaksaan atas kejadian itu.
Tidak hanya itu, pelaporan tabrak lari yang dialami oleh Biao dan keluarganya ditolak oleh polisi dengan alasan tidak disetujui oleh Kanit. Namun perkara ini tidak berhenti sampai di sini, mobil Yaris miliknya pun ikut disita sebagai barang bukti oleh polisi.
Akhirnya, pada tanggal 10 Maret 2015, Teddy dipanggil oleh petugas Laka Polres Nganjuk dan dijerat dengan pasal 310 UULLAJ no. 22 Tahun 1999, berbeda dengan pasal yang pertama sempat dijatuhkan kepadanya. Pelaporan tentang tindak pidana pemaksaan yang mereka ajukan pun tidak ada tanggapan.
Karena itu, keluarga merasa ada sebuah keanehan dalam perkara ini. "Sebelumnya kami yang harusnya jadi korban malah dijadikan tersangka, sekarang pasal yang menjerat berbeda. Kami mengakui kesalahan kami jika melakukan perusakan, namun kami adalah korban dalam tabrak lari itu," saksi Biao.
Pihak Biao pun berencana untuk membawa kasus ini lebih lanjut dan mengajukan sebuah laporan ke Irwasda Polda Jatim.
"Tindak pidana yang dibebankan tidak sesuai dengan apa yang kami saksikan. Pemukulan spion itu pun adalah akibat dari ulah pengendara Pajero yang hendak melarikan diri tersebut, dia hampir menyerempet Teddy," terang Biao.
Hingga berita ini diturunkan, Surya (Grup Tribunnews.com) sedang belum mendapatkan konfirmasi dari pihak pengendara Pajero.