TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri meminta dukungan 18 Gubernur untuk meningkatkan perlindungan, memperketat pengurusan izin dan prosedur keberangkatan TKI. Kementerian Ketenagakerjaan melihat 18 provinsi ini lumbung atau kantong pengiriman TKI.
“Peranan gubernur dalam sistem penempatan dan perlindungan TKI harus ditingkatkan. Kita dorong pendelegasian kewenangan kepada pemerintah provinsi sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat,“ ujar Hanif dalam rilisnya kepada Tribunnews,com di Jakarta, Jumat (10/4/2015).
Permintaan dukungan tersebut disampaikan Hanif usai bertemu Gubernur Jawa Timur Soekarwo di kantor Gubernur, Surabaya, Jawa Timur. Turut hadir Dirjen Binapenta Kemnaker Reyna Usman dan Dirjen Binalattas Kemnaker Khairul Anwar.
Salah satu bentuk dukungan yang diminta Hanif dari gubenur adalah pendirian Layanan Terpadu Satu Pintu (LTSP) penempatan TKI di tingkat provinsi yang efektif melindungi TKI dan mencegah keberangkatan TKI ilegal.
"Kita galang dukungan dari 18 gubernur untuk mendirikan LTSP khusus TKI sehingga pelayanan ijin dan pemeriksaan administasi TKI menjadi lebih terkontrol, aman, transparan, murah dan cepat," terang Hanif.
Para Gubernur yang dimintai dukungannya di antaranya Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DKI Jaya, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Suwalesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat.
Hanif mengatakan dalam LTSP penempatan TKI melibatkan semua unsur terkait sehingga semua urusan dalam penempatan TKI dapat diselesaikan melalui satu pintu saja. Ini juga akan memudahkan pengawasan.
Keanggotaan dalam LTSP penempatan TKI terdiri dari SKPD atau instisusi daerah yang membidangi Ketenagakerjaan (sebagai
koordinator), Kependudukan dan Catatan Sipil, Keimigrasian, Kesehatan dan Psikologi, Perbankan Pemerintah, Asuransi TKI, dan Kepolisian di masing-masing provinsi.
Salah satu masalah yang dialami para TKI di luar negeri umumnya bersumber dari proses rekruitmen di dalam negeri. Pembenahan mekanisme rekruitmen di daerah asal ini merupakan solusi perlindungan terhadap para TKI.
“Oleh karena itu, pencari kerja yang berminat bekerja di luar negeri harus mendaftarkan diri pada dinas-dinas tenaga kerja dengan tidak dipungut biaya. Hal ini akan membuat system pendataan TKI menjadi lebih tertib dan valid,” kata Hanif.
Sedangkan untuk mengurangi jumlah TKI informal di sektor domestik, Hanif meminta para gubernur untuk mengadakan pelatihan kewirausahaan di kantong-kantong TKI di seluruh Indonesia dan mengembangkan industri padat karya.
Pemberdayaan ekonomi calon TKI, TKI Purna, dan keluarga TKI menjadi prioritas pemerintah saat ini. Sehingga nantinya para TKI purna yang sudah kembali ke tanah air bisa membuka lapangan kerja baru dan tak berniat lagi bekerja ke luar negeri .
“Pelatihan kewirausahaan disesuaikan dengan potensi sumber daya alam yang tersedia di sekitar daerah kantong TKI, agar dapat berhasil mengelola usaha secara mandiri, dan dapat meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup TKI beserta keluarganya," ucapnya.
Jenis-jenis pelatihan wirausaha yang dilakukan meliputi budidaya ayam, sapi dan kambing, usaha konveksi, menjahit dan border. Selain itu ada pelatihan tata rias pengantin, tata boga, bengkel motor, sablon dan percetakan, pengelasan, konstruksi skala kecil.