Laporan Reporter Tribun Jogja, Anas Apriyadi
TRIBUNNEWS.COM, BANTUL – Memanasnya polemik di lingkungan Keraton Yogyakarta yang muncul pascadikeluarkannya Sabdaraja oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X menimbulkan keprihatinan dari kerabat Keraton Surakarta, GKR Wandansari.
Menurutnya isi Sabdaraja juga melukai Keraton Surakarta sebagai sesama trah Mataram.
Berbicara usai menghadiri pembagian honorarium dana keistimewaan DIY bagi juru kunci makam Kotagede dan Surakarta di Imogiri, Rabu (6/5/2015).
Gusti Mung -panggilan akrab GKR Wandansari- menegaskan warga keraton sebagai masyarakat adat harusnya menjalankan aturan adat yang telah ditetapkan.
“Kita ini masyarakat budaya yang berada dalam hukum dan tatanan adat yang semua tidak bisa lepas dari hukum agama, maka tida seenaknya kita mengubah hukum tadi. Kewajiban kita ini mengingatkan kepada yang mau mengubah paugeran yang sudah ada,” ungkapnya.
Menurutnya putri PB XII ini, salah satu poin Sabdaraja tentang perubahan perjanjian Ki Ageng Giring dan Ki Ageng Pemanahan juga dianggap melukai Keraton Surakarta, di mana Keraton Surakarta merupakan pewaris trah Mataram sebagaimana Yogyakarta.
Jangan mengaku trah Mataram kalau tidak mau menjalankan aturan yang sudah ada,” tegasnya.
Gusti Mung memberikan contoh dimana PB XIII di-PLT-kan oleh keluarga Keraton Surakarta karena dianggap sudah tidak bisa menjalankan aktivitas Keraton menurut adat.
”Sinuhun sudah tidak bisa menjalankan dan melindungi segenap sentana dan abdi dalem menurut adat. Jadi harus begitu, kalau tidak begitu kita yang rusak,” tandasnya.
Meski begitu, Gusti Mung tetap berharap permasalahan yang ada bisa diselesaikan oleh kerabat Keraton Yogyakarta dengan baik. (*)