“Administrasi Keraton masih memakai Buwono, karena belum ada perintah untuk mengubah. Jadi jika ada perubahan, biasanya nanti kan ada Dawuh Dalem yang menyatakan bahwa mulai sekarang ada perubahan nama, begitu,” tuturnya.
Pada Jumat (8/5), Sri Sultan Hamengku Buwono X memberikan penjelasan mengenai Sabdaraja dan Dawuh Raja yang ia keluarkan pada 30 April lalu.
Sultan mengakui bahwa hal ini akan menimbulkan perbedaan pendapat. Menurutnya, sebuah perubahan memiliki konsekuensi antara pro dan kontra.
“Dua sabda yang saya utarakan itu memang berat untuk dipahami orang lain, tapi yang melakukan juga lebih berat. Tapi, ya, enggak apa-apa ditanggung risikonya,” katanya
a juga mengungkapkan adanya Sabdaraja dan Dawuh Raja, dirinya yang bertahta di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat hanya melaksanakan perintah Allah SWT melalui leluhur Mataram. Jika tidak dilaksanakan, ia khawatir menerima risiko lebih berat.
"Aku tidak apa-apa 'didebat' adik dan orang lain, yang tidak mengetahui sejatinya Sabdaraja dan Dawuh Raja ini. Jadi, saya tidak akan bereaksi apapun, saya menerima 'didebat'. Dari pada saya dimarahi oleh Tuhan," katanya saat menjelaskan makna Sabdaraja dan Dawuh Raja, menggunakan Bahasa Jawa.
Pisowanan
Terpisah, masyarakat dari berbagai latar belakang yang tergabung dalam Jamaah Nahdliyin Mataram, menggelar Pisowanan dan doa bersama di Komplek Makam Panembahan Senopati dan Raja Mataram Islam, Kotagede, Minggu (10/5).
Acara sebagai bentuk keprihatinan mereka terhadap Sabdaraja oleh Sri Sultan HB X ini, mengenai penghapusan gelar Ngabdurrahman Sayidin Panatagama Kalifatullah.
Usai melakukan doa bersama di Bangsal Pengapit Ler, komplek Makam Panembahan Senopati, mereka kemudian menyampaikan pernyataan sikap di depan para wartawan, dengan harapan didengar oleh Sultan HB X.
Koordinator Jamaah Nahdliyin Mataram, Muhamad Alfu Niam, mengatakan, masyarakat sadar bahwa suksesi adalah urusan internal Keraton, dan tak ingin ikut campur. Namun gelar tersebut merupakan penanda keselarasan dunia batin Islam Jawa.
Selain itu, Keraton Mataram berdiri di atas dunia batin dan dilestarikan oleh budaya Islam Jawa, hingga terwujud akulturasi antara Islam dan Jawa dengan bentuk gelar Sayidin Panatagama Khalifatullah. Secara historis, sosiologis, dan spiritual, Keraton Yogyakarta adalah penerus Kerajaan Mataram Islam.
“Gelar ini merupakan bagian tidak terpisahkan dari dunia batin dan kebanggaan masyarakat Jawa-Islam. Ini satu kesatuan yang tak terpisahkan dengan eksistensi Keraton Mataram,” katanya.
Kader Muhammadiyah yang juga seorang budayawan, Ahmad Charis Zubair yang hadir dalam acara tersebut mengungkapkan, dirinya menyayangkan adanya perubahan gelar. Sebab gelar Buwono memiliki arti bumi, sementara Bawono adalah alam semesta.