TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Usia Angelina baru tiga hari saat diserahkan dan menjadi anak angkat Margriet Christina Megawe (50) yang bersuamikan warga negara Amerika Serikat.
Orangtua kandung Angeline menyerahkannya karena mereka tak memiliki uang untuk biaya persalinan.
"Saat itu ada seseorang yang tidak saya kenal datang untuk memperkenalkan saya dengan Ibu Telly (Margriet, red). Ia mau membiayai biaya persalinan dan biaya kesehatan istri saya," terang Rosyidi (29), ayah kandung Angeline.
Ia bertemu Margriet di sebuah klinik bersalin di kawasan Canggu, Kuta Utara pada tahun 2007.
Menurut dia, sebagai konsekuensinya, Rosyidi dan istrinya, Hamidah (28), harus mengikhlaskan putri kedua mereka, Angeline untuk diadopsi Margareith.
Rosyidi menjelaskan rincian uang yang dikeluarkan Margriet untuk mengadopsi Angeline senilai total Rp 1,8 juta, dengan rincian biaya persalinan Rp 800 ribu dan biaya perawatan Hamidah Rp 1 juta.
"Saat berusia tiga hari, Angeline langsung dibawa oleh Ibu Telly. Dan, hari itu adalah hari terakhir saya bertemu dengan putri saya," terang pria yang tinggal di Tembau, Denpasar ini.
Sejak saat itu, Rosyidi sempat beberapa kali ingin menengok putrinya di rumah Margriet namun tidak kunjung berhasil.
"Saat Angeline bayi saya sempat berusaha untuk menengok, tapi alasan ibu Tely bahwa anak saya sedang tidur. Saya tidak berhasil menemui putri saya," ucapnya.
Rosyidi mengaku kaget ketika ada pemberitaan hilangnya Angeline yang kemudian ditemukan dalam keadaan tak bernyawa.
"Sejak pemberitaan putri saya hilang, banyak pihak kepolisian mendatangi saya untuk dimintai keterangan. Namun, ternyata kejadiannya seperti ini. Saya tidak terima anak saya meninggal seperti ini," ujarnya.
Hamidah, ibu kandung Angeline mengatakan, proses adopsi Angeline hanya dilakukan oleh notaris, dan tidak sampai pengesahan di pengadilan.
Beberapa hari usai Margriet membawa Angeline, Rosyidi kembali bertemu dengan Margriet.
Mereka bertemu di Kantor Notaris Anneke Wibowo SH di Jalan Teuku Umar, Denpasar, Bali.
Keduanya melakukan kesepakatan dalam Akta Pengakuan Pengangkatan Anak.
“Kedua belah pihak sebelum datang ke notaris sudah melakukan kesepakatan, mungkin saja perjanjian ini dibuat takutnya salah satu pihak mengingkari kesepakatan. Jadi ketika terjadi sesuatu ada kesepakatan hitam di atas putih,” jelas Anneke Wibowo, Notaris yang membuatkan akta pengangkatan anak.
Dikatakan Anneke, kedua belah pihak pada waktu itu sempat datang dua kali ke kantornya untuk meminta tolong dibuatkan akta.
“Yang minta untuk bikin kesepakatan hitam di atas putih itu Ibu Margriet. Mungkin saja dia takut nanti terjadi pengingkaran kesepakatan,” ujarnya.
Dijelaskan Anneke, akta ini hanya pegangan awal untuk tidak saling mengingkari kesepakatan, dan bukan akta adopsi.
Jika pihak pertama ingin mengadopsi seharusnya menempuh jalur pengadilan dan mengikuti proses legal.
“Akta saya bukan akta adopsi, ini akta pengakuan pengangkatan anak. Akta ini kesepakatan awal sebelum dilakukan proses selanjutnya, tetapi proses selanjutnya itu yang tidak ditindaklanjuti oleh kedua belah pihak,” katanya.
Anneke menjelaskan, dalam akta tersebut, yang mengikat perjanjian adalah Rosyidi dengan Margriet.
Apakah akta ini mempunyai kekuatan hukum?
Anneke menyatakan, bukan pengangkatan anaknya yang mempunyai kekuatan hukum, tapi apa yang disepakati di dalamnya yang mengikat dan berlaku sebagai UU.
“Yang diikat yang tertera di akta bukan yang keluar dari akta,” katanya. (*)