News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pengusaha Jatim Tolak Kenaikan UMK Seperti Tuntutan Buruh

Editor: Sugiyarto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ilustrasi

TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Asosiasi pengusaha di Jawa Timur menolak kenaikan upah minimum kabupaten/kota (UMK) tahun 2016, dan tetap memberlakukan besaran upah bagi pekerja sebesar Rp 2,7 juta/bulan di ring I (Kota Surabaya, Kab. Gresik, Kab. Sidoarjo, Kab. Pasuruan, dan Kab. Mojokerto) yang mengacu ketentuan tahun 2015.

Hal itu dilakukan menyusul kian lesunya ekonomi, dan apabila dipaksakan kenaikan UMK 2016, maka para pengusaha di Jatim akan melakukan mogok operasi atau produksi.

Ketua Forum Komunikasi Asosiasi Pengusaha (Forkas) Jawa Timur, Isdarmawan Asrikan, mengatakan, kenaikan UMK 2016 sebesar 22 persen hingga 25 persen sesuai tuntutan buruh, saat demo pada Senin, 1 September lalu, adalah tidak realistis, karena akan memberatkan pengusaha.

Keberlangsungan dunia usaha, khususnya industri manufaktur yang mengandalkan bahan baku impor, saat sekarang sangat mengkuatirkan, seiring meningkatnya nilai kurs mata uang dolar AS.

"Kondisi dunia usaha saat ini cukup berat. Pengusaha dan pekerja harus satu visi guna menjaga keberlangsungan kegiatan industri, agar pabrik tetap bisa beroperasi guna menyediakan lapangan kerja dan pendapatan pasti kepada pekerja," kata Isdarmawan, Jumat (4/9).

Untuk industri berorientasi ekspor, saat ini sedang mengalami kelesuan permintaan order, dan buyers di sejumlah negara minta penurunan harga produk asal Indonesia seiring meningkatnya nilai kurs mata uang dolar AS terhadap rupiah.

Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Timur, Sherlina Kawilarang, menyatakan penolakan terhadap kenaikan UMK 2016.

"Kami tidak mau ada kenaikan UMK 2016. Kenaikan UMK 2015 saja sudah tak wajar dengan besaran Rp 2,7 juta per bulan di ring I," jelasnya.

Sherlina meminta kepada para pekerja agar bersatu padu menjaga keberlangsungan industri agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), di tengah kondisi perekonomian yang sulit saat ini.

Untuk itu, para pekerja agar menahan diri untuk tidak melakukan unjuk rasa sehingga tidak semakin memperburuk keadaan.

Sekretaris Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Jawa Timur, Ali Mas'ud, juga sepakat untuk tidak menaikkan UMK tahun 2016.

Alasannya, kondisi industri sepatu di Jatim megap-megap dan berjuang untuk dapat bertahan.

"Tahun ini banyak produsen sepatu anggota kami ang mengajukan penangguhan pemberlakuan UMK 2015, karena tidak kuat dengan besaran upah yang ditetapkan. Produsen sepatu tersebut melakukan berbagai upaya efisiensi agar produk sepatu asal Jatim mampu bersaing di pasar internasional," tuturnya.

Di lain pihak, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah diminta untuk membuat keputusan/kebijakan berdasarkan kondisi riil yang dialami dunia usaha.

Keputusan tentang penetapan UMK hendaknya tidak didasarkan atas demo besar-besaran yang dilakukan serikat pekerja atau didasarkan kesepihakan.

Dalam kesempatan itu, Isdarmawan menambahkan, bila 32 asosiasi yang tergabung Forkas Jatim telah menyatukan sikap guna melakukan mogok operasi/produksi manakala UMK 2016 dinaikkan.

Forkas Jatim meminta kepada pemerintah pusat untuk menetapkan upah pekerja per lima tahun dengan kenaikan per tahun sesuai inflasi.

"Rencana mogok operasi/produksi bukan dimaksudkan kami ingin menang-menangan. Sebab UMK tinggi hanya salah satu problem yang membelit dunia usaha, selain masalah pajak dan regulasi yang menghambat peningkatan ekspor," jelasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini