TRIBUNNEWS.COM, LHOKSEUMAWE - Perempuan renta itu sedang membersihkan rumahnya, Sabtu (26/9/2015) sore, sambil ditemani seorang cucunya.
Sesekali perempuan tua melihat ke atap kediamannya yang miring dan nyaris rubuh ke tanah.
Itulah kondisi kediaman Fatimah, warga Desa Paya Demam Sa, Kecamatan Pante Bidari, Aceh Timur.
Kedua cucunya, Zamzami dan Zulkarinaini, kini duduk di bangku sekolah dasar. Saban hari perempuan uzur itu harus merogoh kocek sebesar Rp 5.000 untuk uang jajan kedua cucunya.
Sedangkan cucu tertuanya, Saifullah kini mondok di salah satu pesantren di Kabupaten Aceh Timur.
Demi pendidikan agama yang baik untuk cucunya, Fatimah rela mengeluargkan uang Rp 300.000 per bulan untuk biaya pendidikan Saifullah.
“Ketiga cucu itu saya yang pelihara. Ibu mereka menjadi tenaga kerja wanita di Malaysia, dia juga kesulitan duit di sana. Jadi jarang kirim uang,” kata Fatimah.
Karena kondisi itulah, membuat Fatimah yang meski usianya hampir mendekati 70 tahun, tetap berjuang mengais rezeki.
Dia mencari nafkah dengan cara mencuci pakaian para tetangga. Di musim tanam dia mendapat upah dari menanam padi, lalu di musim panen, dia mengambil upah untuk memotong padi.
Pendapatannya dari pekerjaan-pekerjaan itu tak seberapa. Tak jarang Fatimah harus mengurangi jatah makan dirinya dan kedua cucunya.
Kerap kali mereka hanya makan satu kali sehari agar raskin yang dibelinya bisa dihemat.
Hidup serba kesulitan itu membuat Nek Fatimah tak bisa memperbaiki rumah yang diwariskan suaminya 25 tahun lalu.
Rumah berkontruksi kayu dengan ukuran 6x3 meter itu sudah berlubang nyaris di seluruh bagian dindingnya.
Jika musim hujan, mereka bergulat melawan dinginnya udara yang menerobos rumah tanpa ampun.
“Saya pernah menjual beras Raskin dengan harga Rp 150.000 dan uang itu saya serahkan ke orang yang katanya bisa membuat proposal bantuan rumah dari pemerintah. Sampai sekarang bantuan itu tak pernah ada. Rumah itu entah berapa ratus kali sudah difoto katanya untuk diberi bantuan, tapi sampai hari ini kami masih hidup di bawah rumah ini,” ujarnya pilu.
Fatimah tak bisa menyembunyikan kesedihannya. Nafasnya memburu menahan tangis yang seakan hendak meledak setiap saat.
Kepala Desa Paya Demam Sa, Abdul Wahab menyebutkan sebagai dia sudah mengusulkan permohonan bantuan rumah untuk warga miskin di desa itu termasuk untuk Fatimah. Namun, hingga kini rumah itu tak kunjung diperbaiki.
“Kami terus berusaha, semoga suatu hari warga miskin benar-benar mendapatkan bantuan dari pemerintah,” ujar Wahab.
Fatimah adalah contoh potret kemiskinan Aceh. Padahal provinsi di ujung Sumatera itu tahun lalu mengesahkan APBD sebesar Rp 13,3 triliun.
Jumlah angka yang besar untuk sebuah provinsi dengan "hanya" berpenduduk 5,3 juta jiwa.
Sayangnya, dengan uang sebesar itu hingga kini Fatimah dan banyak warga miskin Aceh tak mendapatkan keuntungan apapun.
Alhasil, Fatimah kini hanya bisa membayangkan dan terus berharap satu hari nanti, uang pemerintah mampir di desanya dan membuat dia bisa mendapatkan hunian yang layak. (Kompas.com/Masriadi)