Dalam hajatan yang juga mirip dengan pernikahan tersebut, tokoh masyarakat maupun warga sekitar tak berani menyebutnya sebagai sebuah perkawinan.
Dalam acara tersebut juga tidak disertai ritual pernikahan dan hanya berupa tasyakuran saja. Bahkan judul hajatan tersebut berbunyi "tasyakuran".
Meski demikian, keduanya juga berperan sebagai sepasang pengantin.
Ratu Airin berdandan laiknya mempelai wanita dengan busana kebaya warna merah serta ronce melati, sementara Dumani mengenakan busana jas resmi.
Tak hanya itu, MC maupun pengisi hiburan yang di antaranya adalah waria menyapa keduanya sebagai temanten meskipun keduanya merupakan laki-laki.
Bahkan kepada para tamu juga disampaikan bahwa keduanya adalah laki-laki.
Terkait hajatan tersebut, Marjo, Kadus Gegermoyo membenarkan banyak warganya yang penasaran dengan hajatan tersebut.
Bahkan menurut Marjo, rencana hajatan itu sendiri sudah membuat warga geger dan heboh.
"Ya heboh, karena sama-sama laki-laki," ungkap Marjo.
Minta izin
Diakuinya, pihaknya pernah mendapat informasi jika Airin juga pernah meminta izin ke perangkat desa setempat untuk melangsungkan pernikahan.
Hanya saja pihak desa tidak mengizinkannya karena status keduanya adalah laki-laki.
Sumardja, tokoh masyarakat setempat yang bertugas sebagai pambagya harjo mengatakan sebenarnya warga sudah menolak hubungan keduanya lantaran bertentangan dengan hukum, adat, dan agama.
Hanya saja mengingat rasa gotong royong di masyarakat, dan menganggapnya bukan sebagai hajatan pernikahan, maka sebagai warga juga datang.