Laporan Wartawan Tribun Jambi, Dedi Nurdin
TRIBUNNEWS.COM, JAMBI - Nursela (12) mungkin satu di antara anak di negri ini yang terlahir dalam kondisi kurang beruntung.
Kedua tangan dan kakinya lumpuh. Mulutnya pun tak mampu berbicara.
Hanya ada senyum dan tangis untuk mengekspresikan perasaannya pada situasi disekelilingnya.
Jarum Jam menunjukkan hampir pukul 21.00 wib saat tribun menyambangi kediamannya pada Selasa (3/11) malam.
Ia tinggal di RT 04 desa Kasang Kota Karang, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi.
Dari luar rumahnya tampak masih dalam proses pembangunan.
Kondisi lantai semen, dan dinding yang belum di plaster. Hanya susunan batu bats yang jadi seni keindahan rumah.
Menengok keatas akan langsung terlihat seng tanpa plafon.
Di rumah sederhana inilah Sela bersama ibunya Adiratna sari (38) serta adiknya Mesia Putria Permata Sari (6) tinggal bersama.
Adiknya terbilang cukup beruntung, sehingga bisa menjalankan cita-cita Shela untuk bersekolah.
Normalnya di usaanya yang 12 tahun Sela sudah duduk di bangku kelas 1 SMP.
Kondisi kesehatan fisiknya memaksanya harus tetap minum susu setiap hari, berbaring dan memakai pampers.
Kondisi Sela sangat memprihatinkan. Selama 12 tahun ia hanya bisa menghabiskan waktunya dengan membaringkan kepalanya di atas bantal.
Dan sesekali ia duduk di pangkuan ibunya, badanya menopang ke tubuh ibunya.
Rambutnya di potong pendek agar tetap terlihat segar. Saat tribun berkunjung kerumahnya ia menyambut dengan senyum ramah.
Bagi orang normal mungkin akan sangat risih berbaring 24 jam dengan kondisi pinggul dan kaki seperti memeluk bantal.
Sementara tangannya terkulai dan jari-jarinya tampak tak bisa digerakkan.
Kepada tribun Ratna menuturkan, saat lahir Sela masih terlihat normal.
Hingga pada usianya 7 bulan setelah suntik imunisasi tubuhnya sering kejang disertai demam panas tinggi.
Sempat beberapa kali dibawa berobat kerumah sakit. Namun setelah sembuh, namun hanya berselang beberapa hari suhu tubuhnya kembali naik
"Awalanya kata dokter step. Tapi lama kelamaan kondisinya menurun,"kata Ratna.
Kondisi ini terus berlangsung, hingga pertumbuhan badannya mengalami gangguan.
Kaki dan tangannya terkulai lemas dan mengecil. Berbagai upaya pengobatan sudah dilakukan.
Dari rumah sakit umum pemerintah hingga swasta didatangi.
Namun, tak ada perubahan. Karna kehabisan biaya ketika itu Ratna pun akhirnya pasrah.
"Sudah habis-habisan waktu itu, kalau mau di itung biayanya mungkin terbeli satu rumah. Tapi dak ada perubahan,"katanya.
Ia pun memutuskan merawat Sela di rumah dengan kondisi yang memprihatinkan.
Beberapa tahun lalu Ratna harus berjuang seorang diri setelah bercerai dengan suaminya.
Untuk memenuhi kebutuhan Sela dan membiayai pendidikan Mesia yang duduk dikelas 1 SD, Ratna menjadi buruh cuci pakaian.
Ia berangkat sejak pukul 06.00 wib pagi setelah memberi makan Sela dan pulang selepas magrib.
Sementara Sela terpaksa di tinggal seorang diri di rumah dalam kondisi pintu rumah di kunci dari luar.
Itu pun upah yang diterimanya masih terkadang kurang.
Sehingga, sambil menunggu Mesia pulang sekolah ia terkadang menyambi jadi tukang cuci piring di rumah makan disekitar koni.
"Selama kerja saya terus kepikiran, anak saya di rumah kondisinya gimana. Adeknya saya dak berani tinggali senidiran. Kemarin sempat mau di kerjai orang tapi untung ketahuan," kata Ratna menitikan air mata.
"Kalau tidak kerja gimana saya menghidupi anak saya. Sela setiap hari terpaksa harus puasa, waktu pulang kerja saya baru bisa kasih makan".
"Sebelum berangkat saya gantungin kelambu dulu biar dia dak digigit nyamuk. Mau dititip ketetangga kami ndak enak,"kata Ratna membuat tribun terharu.
Seketika Sela juga ikut menangis melihat ibunya sedih. Ratna dengan cepat memeluk Sela dengan erat untuk menenangkannya.
"Sela gitu kalau lihat orang nangis dia ikut nangis. Makanya dak berani mukul adeknya kalau bandel didepan dia".
"Karna takut dia ikut sedih, dia dak boleh adeknya dinangisi, dia ikut nangis juga,"ujar Ratna.
Meski dengan kondisi ekonomi yang serba terbatas. Ratna tak ingin mengurangi kasih sayangnya pada kedua anaknya.
Meski dalam kondisi tak memungkinkan untuk bersekolah layaknya anak normal. Namun, Sela sangat senang bisa melihat adiknya sekolah.
Salah satu alasan saat akan ditinggal Sela biasanya diberitau bahwa ibunya hendak mengantar adiknya sekolah.
Kabar ini cukup membuat Sela senang dan tersenyum.
Saat di tanya apakah ia ingin sekolah, Sela yang masih sedih seketika senyum sambil melirik adiknya.
"Kakak nanti kalau sekokah pintar dari adek neh om,"kata Ratna.
Wajah Sela kembali tersenyum menatap Tribun kemudian melirik adiknya disampinya.
Saat ditanya soal keinginannya untuk mengobati sang anak, Ratna mengaku pasrah.
Ia hanya berharap suatu saat anaknya bisa beraktifitas seperti anak yang lain seusia Sela.