Laporan Wartawan Tribun Jateng, Solo
TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Puluhan siswa SD Manahan, Solo berbondong-bondong datang ke sebuah rumah yang letaknya tidak jauh dari sekolah tersebut berada, Selasa (10/11/2015).
Sesampai di rumah tersebut, para siswa ini kemudian disambut seorang pria tua yang menggunakan seragam serba coklat serta tersemat piagam penghargaan di didadanya dan mengenakan topi hitam.
Lelaki berusia 85 tahun ini merupakan seorang pejuang pengusir penjajajah bernama Djoko Ramelan.
Kedatangan para siswa ini untuk memperingati hari pahlawan dengan mengunjungi satu saksi hidup perjuangan bangsa Indonesia meraih kedaulatannya sebagai sebuah negara merdeka.
Djoko menceritakan awal mula dirinya menjadi seorang tentara pelajar di tahun 1940-an hingga menjadi saksi peralihan kekuasan dari Belanda ke Jepang, kemudian Indonesia merdeka hingga Agresi Militer yang dilakukan oleh Belanda bersama Sekutu.
"Bunyi suara peluru hingga ledakan granat hampir menjadi bagian yang tak terpisahkan dari telinga kami. Kami harus berpindah-pindah tempat dari daerah satu ke daerah lainnya untuk melakukan perlawanan kepada penjajah," ujarnya sangat bersemangat.
Usai menjadi bangsa yang merdeka, Djoko mengaku sangat sedih lantaran kondisi bangsa yang tidak lebih baik bahkan sesama rakyat Indonesia saling menjatuhkan.
"Para pejabat hingga elite politik saling berlomba berebut kekuasan, banyak yang karena hawa nafsu bukan lagi pengabdian sehingga terjerat kasus korupsi yang membuat rakyat makin sengsara," sambungnya.
Mendengar cerita ini, sejumlah siswa pun langsung terlihat tak kuasa meneteskan air mata. Para siswa terharu mendengar cerita perjuangan dari Djoko Ramelan.
"Tadi menangis karena melihat begitu gigihnya para pejuang rela mengorbankan nyawanya demi bangsa ini. Terutama ketika menyobek bendera Belanda di Surabaya," ujar seorang siswa kelas V, Salam Ridho. (*)