TRIBUNNEWS.COM – Hidup di pelosok kerap jauh dari perhatian Pemerintah. Seperti yang terjadi di Desa Bonleu, Kecamatan Tobu, Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Desa Noepesu, Kecamatan Miomafo Barat, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur.
Bagaimana tidak, Jembatan penghubung yang melintasi Sungai Noebesi hanya menggunakan sejumlah bambu sebagai titian. Bambu-bambu itu diikat dengan tali di celah pohon cemara.
Bila terjadi sedikit kesalahan saja, maka sudah pasti bahaya akan menyambut warga.
Bangunan jembatan darurat itu memang dibangun oleh masyarakat dua desa yang berbeda kabupaten. Tujuannya untuk memperlancar aktivitas pada saat musim hujan.
Sebab, di saat musim hujan, Sungai Noebesi yang terkenal berarus deras dan penuh dengan bebatuan berukuran besar, sulit dilewati.
Salah seorang warga Desa Noepesu, Gabriel Tamelab, Minggu (22/11/2015) mengaku, aktivitas warga dua desa itu akan terhenti, bila musim hujan tiba.
“Kasihan bagi siswa dan guru yang saat pergi sekolah harus melintasi sungai ini. Ada siswa dan guru di desa kami yang sekolah dan mengajarnya di Desa Bonleu TTS, begitu pun sebaliknya," kata dia.
"Pada musim hujan dan banjir penuh, mereka terpaksa menggunakan jembatan bambu itu, dan bila terjadi sedikit saja kesalahan saat melewati jembatan maka pasti akan jatuh dan terseret banjir,” sambung Gabriel.
Ditemui terpisah, Ketua RT 08 RW 06 Desa Bonleu, Agustinus Oematan mengatakan, masyarakat setempat selalu merindukan bangunan jembatan permanen.
Kerinduan masyarakat ini, menurut Agus sudah diusulkan melalui musyawarah perencanaa pembangunan tingkat dusun, desa hingga kecamatan. Namun usulan tersebut diabaikan Pemerintah Kabupaten TTS.
“Sudah tiga orang warga kami yang meninggal akibat terseret banjir ketika melintasi jembatan ini. Ketiga warga tersebut yakni Anika Totu, Mery Sabu dan Yuli Sabu. Kejadiannya pada tahun 2011, 2012 dan 2014,” kata Agus.
Agus pun berharap, pemerintah setempat bisa membantu membangun jembatan yang permanen.
"Kalau bisa jembatan penghubung antara dua Kabupaten ini, dianggarkan untuk dibangun permanen, sehingga jangan lagi ada korban,” harapnya.
(Kontributor Kupang, Sigiranus Marutho Bere)