Laporan Wartawan Tribun Bali, I Made Ardhiangga
TRIBUNNEWS.COM, MANGUPURA - Bentrok ormas di Lapas Kelas II A, Kerobokan Badung, Bali sangat berdampak bagi pariwisata Bali.
Anggota DPD RI, Gede Pasek Suardika mengatakan, informasi yang beredar di luar negeri ialah, adanya pertengkaran antargeng. Tentu saja, hal itu dapat memicu adanya kemerosotan pariwisata.
"Atas hal ini Kemenkum HAM, Pemkab Badung, Pemprov Bali dan Pemkot Denpasar harus betul-betul mencari solusi. Karena menjadi pembicaraan di luar negeri dan berdampak bagi Pariwisata Bali," kata Pasek, Kamis (24/12/2015).
Pasek menjelaskan, ketika di sana (luar negeri) banyak temannya, menanyakan mengenai berita yang beredar bahwa ada perang antargeng. Apalagi, sementara ini bertepatan dengan Natal.
"Saya cuma menjelaskan, bahwa itu tidak benar. Itu perkelahian antar anak-anak muda," ungkapnya.
Pasek mengaku, bahwa konotasi bahasa genk ialah organisasi massa yang begerak di antara dunia hitam.
Lantas, dengan adanya konotasi tersebut, sangat berbanding terbalik dengan lambang-lambang atau taksu yang dimunculkan ormas di Bali.
Pada kenyataannya yang paling tahu, dan prinsip, bahwasanya mereka (ormas) lambang-lambang para dewa. Untuk itu, seharusnya, prilakunya mendekati simbol itu sendiri.
"Simbol itu metaksu dan memiliki sastra-sastra agama. Saat ini, masih ada waktu berbenah," tegasnya.
Pasek menandaskan, bubar atau tidaknya sebuah ormas itu memang kewenangan Pemprov Bali. Sehingga, Pemprov yang mesti mengambil sikap dalam hal ini. Dan pada dasarnya, Ormas diakui oleh undang-undang.
Yang tidak, ialah organisasi menjadi beking (menjadi organisasi di balik seseorang atau tokoh tertentu) dengan merujuk pada hal negatif. Itu yang kemudian tidak boleh.
"Kalau Konflik bisa terjadi, antar desa atau kelompok tertentu. Tapi, dengan memahami potensi, pasti bisa dicegah," ujarnya. (ang)