TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Manokwari nomor urut 2, Bernard Sefnat Bonestar dan Andarias Wam mendaftarkan permohonan pembatalan hasil rekapitulasi pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Manokwari di Mahkamah Konstitusi (MK), Sabtu (26/12/2015).
Kuasa hukum Bernard, Benny Hehanussa mengatakan, permohonan tersebut diajukan dengan Akta Pengajuan Permohonan No. 146/PAN.MK/2015.
"Kami menjadi pihak pemohon yang mendaftar paling terakhir dikarenakan keputusan penetapan pasangan terpilih baru diumumkan tanggal 21 Desember oleh pihak penyelenggara," kata Benny kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (26/12/2015).
Menurutnya, keputusan rekapitulasi telah diumumkan tanggal 17 Desember sehingga memiliki legal standing untuk tetap mendaftarkan permohonan ini ke MK.
"Adapun alasan permohononan ini diajukan dikarenakan banyak dugaan kecurangan mulai dari perekrutan, pembuatan daftar pemilih tetap hingga proses rekapitulasi," ujarnya.
Selain itu, dia juga telah melaporkan beberapa dugaan intimidasi dan pengancaman pengarahan yang diduga dilakukan oleh salah satu anggota KPPS terhadap Ketua KPPS di salah satu daerah di distrik Masni.
Diketahui, sebanyak 131 gugatan Pilkada 2015 telah diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Namun hanya sedikitnya 10 kasus gugatan Pilkada 2015 ini yang bisa diproses oleh MK.
Pasal 158 ayat 1 mengatur tentang permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur. Sedangkan, ayat 2 mengatur tentang permohonan pembatalan hasil penghitungan suara pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
Dua ayat dalam pasal ini memberikan batasan maksimal untuk mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara.
Undang-undang Pilkada Nomor 8 Tahun 2015, pasal 158 ayat (1) dan ayat (2) mengatur bahwa syarat pengajuan sengketa, jika ada perbedaan selisih suara maksimal 2 persen dari penetapan hasil penghitungan suara KPU Provinsi maksimal 2 juta penduduk.
Sementara bagi penduduk lebih dari 2 juta hingga 6 juta, syarat pengajuan sengketa, jika ada perbedaan selisih maksimal 1,5 persen dari penetapan hasil penghitungan suara KPU Provinsi.
Untuk tingkat kabupaten atau kota, jumlah penduduk di bawah 250 ribu selisih minimal 2 persen, jumlah penduduk antara 250-500 ribu selisih suara minimal 1,5 persen. Untuk daerah dengan jumlah penduduk 500 ribu-1 juta jiwa, minimal selisih suara 1 persen, dan daerah dengan jumlah penduduk di atas 1 juta jiwa minimal selisih suara 0,5 persen.