TRIBUNNEWS.COM, MAGETAN - Sebulan terakhir, ratusan Kera Gunung Lawu yang turun ke ladang penduduk di wilayah setempat untuk mencari makan dibantai.
Ini akibat hutan Gunung Lawu selain gundul, hutan lindung yang menjadi habitatnya berubah menjadi ladang pertanian.
"Tidak hanya Kera, Harimau Jawa, Kijang dan binatang hutan lain sebulan terakhir banyak yang turun gunung, tapi yang terbanyak Kera itu."
"Saya sebagai pecinta alam, tidak bisa menghentikan pembantaian binatang Gunung Lawu itu, kita tak punya nyali berhadapan dengan mereka," kata Saeful Gimbal Ketua Komunitas Pecinta Alam Bocah Deso Seneng Alam (Bonesal) yang ditemui SURYA.co.id di pusat pembenihan tanaman hutan dan perkemahan Thoksono, Dusun Punthuk Kopen, Desa Gonggang, Kecamatan Poncol, Kabupaten Magetan, Minggu (27/12/2015).
Menurut pecinta alam yang akrab dipanggil Gimbal ini, pembataian binatang penghuni Hutan Lindung itu dilakukan oleh komunitas pemburu binatang bukan dari warga setempat, tapi operasional mereka dibiayai warga setempat dengan cara patungan.
"Setiap warga ditarik Rp 25 ribu untuk operasional pemburu yang datang hampir setiap minggu untuk membantai binatang Gunung Lawu yang ditemui. Pemburu itu berjumlah antara enam hingga delapan orang,"jelas Gimbal, yang sudah lebih 14 tahun ini menjaga hutan lindung wilayah Gunung Lawu yang gundul itu dengan melakukan penanaman kembali.
Komunitas Bonesal yang awal awal didirikan hanya punya komunitas dari pemuda warga Desa Gonggang, Kecamatan Poncol, Kabupaten Magetan, tapi sekarang ini ratusan pemuda pemudi yang datang dari Jawa Tengah (Jateng), terutama warga sekitar Gunung Lawu, bergabung dengan satu tekad menghijaukan kembali hutan Gunung Lawu dan isinya (binatang khas Lawu).
"Mestinya yang bisa menghentikan para pemburu itu mereka yang punya kewenangan (Polisi dan Polhut). Kami tidak mungkin bisa menghentikan keberingasan mereka, dengan alasan membasmi hama penghanggu."
"Kalau hutan lestari, tidak akan mungkin binatang binatang Gunung Lawu turun gunung, ini karena habitatnya dirusak dan binatang itu kesulitan mendapat makanan,"ujar pria pecinta alam sekaligus sebagai juru kunci makam para ulama di Gunung Lawu itu.
Dikatakan Saeful Gimbal, turun gunungnya ratusan kera dan binatang hutan lindung Gunung Lawu lainya itu, setelah hutan lindung itu dikontrakan oleh pemangku kuasa hutan kepada masyarakat untuk dirubah dari hutan lindung menjadi lahan pertanian
"Sejak hutan di wilayah atas dikontrakan dan berubah fungsi dari hutan lindung menjadi lahan pertanian, sehingga banyak tanaman hutan ditebang, binatang binatang yang menghuni hutan Gunung Lawu sulit mencari makan dan turun ke ladang ladang penduduk."
"Celakanya oleh penduduk binatang binatang ini malah dibantai, kalau sampai perbuatan keji ini tidak di hentikan, kera dan seluruh binatang Gunung Lawu akan punah termasuk Harimau Jawa yang sudah dinyatakan punah itu, akan benar benar punah,"katanya.
Ia berharap, pihak terkait yang punya kewenangan menjaga kelestarian hutan dan aset negara bisa menghentikan pembantaian binatang hutang Gunung Lawu dan mencarikan solusi, agar semua ekosistem alam bisa tetap terjaga dan lestari.
"Akibat alih fungsi dari hutan menjadi lahan pertanian, tidak saja binatang hutan Gunung Lawu terancam punah, tapi juga punahnya sumber air."
"Sekarang ini sumber air tinggal 13 mata air, sebelumnya yang bisa dihitung ada 22 mata air. Ke 13 sumber air yang tersisa itu debitnya sangat kecil, kalau pembabatan hutan tidak segera dihentikan, lima atau beberapa tahun lagi, sumber air akan berhenti mengeluarkan air,"tandas Saeful Gimbal.