News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kisah Haru Petugas Kesehatan di Hulu Kalimantan Barat, Naik Ojek Sampan Rp 1 Juta

Penulis: Novi Saputra
Editor: Y Gustaman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Novi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, PONTIANAK - Irfan, pria kelahiran 27 tahun silam di Tebas, Kabupaten Sambas, berbagi cerita kepada Tribunpontianak.co.id mengenai tempatnya mengabdi sebagai tenaga kesehatan di Puskesmas Pembantu Riam Tapang Kecamatan Silat Hulu Kapuas Hulu.

Irfan bersama istri dan seorang anaknya berdomisili di Boyan Tanjung Kapuas Hulu.

Untuk menuju Pustu Riam Tapang ada dua alternatif jalur transportasi yang dapat digunakan, melalui rute perbukitan ataupun melalui sungai.

"Lewat sungai lebih mirip arung jeram, lima hingga tujuh jam perjalanan dari Nanga Ngeri, tergantung kondisi arus sungai dan kedalaman air," kata Irfan melalui ponselnya, Rabu (13/1/2016).

Perjalanan darat memakan waktu setidaknya hingga delapan jam melalui perbukitan dengan kemiringan di antaranya hingga 45 derajat dan jalan tanah becek.

"Kalau tidak ada yang dorong di belakang, sepeda motor enggak bisa mendaki," ceritanya.

Irfan memutuskan menginap di Pustu untuk melayani sekitar 600 kepala keluarga, karena ia tidak mungkin pulang pergi dari kediamannya.

Setidaknya ia dapat bertemu keluarga ketika melakukan perjalanan pengambilan vaksin ataupun obat-obatan dalam sekali sebulan.

Belum genap setahun bertugas, Irfan mengingat salah satu momen paling menyedihkan yang ia rasakan bukanlah kesulitan menempuh perjalanan ke tempat bertugas, namun saat masyarakat kecil yang lemah secara ekonomi mengalami sakit dan harus dirujuk.

"Pernah seorang pasien sekarat, karena terjatuh dari panggung saat gawai Dayak, dia mengalami pendarahan parah, dilakukan tindakan tetapi dia harus dirujuk," kata Irfan

Akibat biaya ojek perahu bisa mencapai Rp 1 juta, keluarga pasien tersebut merasa tidak mampu. "Akhirnya hanya dirawat semampuku dan semampu peralatan yang ada, nyawanya tidak tertolong," kata Irfan.

Meski begitu, kata Irfan, masyarakat di tempatnya bertugas masih menjunjung tinggi gotong-royong, tidak jarang dalam sebuah rujukan, seorang pasien digotong menggunakan tandu melewati hutan guna menuju jalan raya.

"Berjam-jam jalan kaki menembus hutan, bawa nasi sama lauk untuk bekal di hutan, kalau sudah ketemu jalan raya, baru menunggu ada kendaraan lewat karena cukup sepi," imbuh dia.

Kondisi sinyal telekomunikasi di sekitar Pustu hanya ada satu titik di mana masyarakat dan dirinya bisa berhubungan dengan dunia luar di jam-jam tertentu.

"Kadang ada sinyal di lapangan bola, itupun harus sabar menunggu sinyal masuk ke hp, kalau listrik aku pakai panel surya," kata dia.

Untuk urusan barang kebutuhan pokok, Irfan dan warga harus bersabar, lantaran selain cukup minim di warung-warung namun juga ketimpangan harga amatlah jauh.

"Perbandingannya gas tiga kilogram dijual paling murah Rp 35 ribu, itu kalau lagi banyak stok. Bensin rata-rata paling murah Rp 12 ribu seliter," kata dia.

Sejumlah agenda bersama Puskesmas Induk rutin mereka lakukan setiap bulannya, seperti Puskesmas Keliling.

Tidak jarang dalam agenda puskesmas keliling ini mereka menyusuri desa-desa di tepian jeram sungai Kapuas. Dalam agenda Pusling ini ia dibantu petugas kesehatan dari Puskesmas Induk.

"Walau agak-agak ngeri karena banyak batu besar, tapi seru juga dan juga jika bukan kepada kami, masyarakat mau berobat kepada siapa lagi," imbuh dia.

Masyarakat terpencil, kata Irfan, dalam satu dua kasus acapkali takut jika berhadapan dengan petugas kesehatan, mereka kadang lebih memilih pengobatan tradisional.

Untuk memangkas jarak antara dirinya sebagai satu-satunya petugas di Pustu dengan masyarakat sekitar, Irfan seringkali memasak makanan khas Sambas yakni bubur pedas. Makanan ini ternyata kemudian digemari oleh warga.

"Kalau di sini bubur pedasnya, berasnya tidak diaruk (oseng) terlebih dahulu hanya langsung dimasak dengan sayur. Kalau aku buat memang seperti di Sambas, orang senang malahan banyak yang nambah malahan ada yang bungkus bawa pulang," kata dia.

Bubur pedas sering ia sajikan saat ada kegiatan bulanan di Pustu, misalnya imunisasi balita atapun agenda pusling dari Puskesmas Induk.

"Biar semakin akrab dan orang mau datang, jadi selain berobat warga juga bisa makan masakan Sambas," ujar pria yang mengaku hobi memasak sejak SMA ini.

Irfan berharap keadaan dunia kesehatan khususnya di tempatnya mengabdi semakin hari semakin baik, yang dapat dimulai dengan perbaikan infrastruktur pendukung di daerah terpencil.

"Saya maupu teman-teman di pelosok lainnya sebagai perawat dan juga PNS, ya memang harus mengabdi untuk masyarakat, tidak masalah capek-capek diperjalanan, cuma kadang sedih melihat masyarakat yang harus rujukan misalnya, semoga saja keadaan ini semakin hari dapat semakin membaik," tegas dia.

Kabupaten Kapuas Hulu adalah salah satu kabupaten terbsesar di kalimantan Barat, kabupaten ini terkenal dengan Danau Sentarum serta keindahan ikan Arwana.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini