Laporan Wartawan Tribun Jogja, Hari Susmayanti
TRIBUNNEWS.COM, GUNUNGKIDUL - Kasus bunuh diri di Gunungkidul selama awal 2016 semakin memprihatinkan.
Hanya dalam tiga pekan, ada enam kasus bunuh diri dengan lima korban jiwa.
Sebagian besar, kasus bunuh diri dilakukan dengan cara gantung diri yakni sebanyak lima kasus.
Sementara satu kasus percobaan bunuh diri dilakukan dengan meminim cairan pembersih lantai, beruntung pelakunya berhasil di selamatkan setelah aksi nekadnya diketahui pihak keluarga.
Data dari Polres Gunungkidul, angka bunuh diri dari tahun ke tahun mengalami naik turun.
Untuk tahun 2012 ada 40 kasus, 2013 ada 29 kasus dan 2014 turun drastis hanya ada 18 kasus.
Namun pada 2015, kasusnya kembali meningkat dengan 33 kasus.
Panit Humas Polres Gunungkidul, Iptu Ngadino mengakui dalam bulan Januari ini fenomena bunuh diri kembali meningkat.
Dibandingkan dengan periode yang sama pada 2015, angkanya meningkatkan cukup signifikan.
Pada Januari 2015 hingga Februari kasus bunuh diri nihil.
“Sebagian besar kasus gantung diri disebabkan karena depresi atau masalah keluarga,” katanya akhir pekan lalu.
Menurut Ngadino, kasus bunuh diri yang terus mengalami peningkatan ini menjadi pekerjaan rumah bagi seluruh pihak, baik kepolisian, pemerintah daerah serta masyarakat.
Semuanya harus bersama-sama mencari solusi untuk meminimalisir fenomena bunuh diri di Gunungkidul.
Untuk pihak kepolisian sendiri, saat ini sudah melakukan penyuluhan melalui anggota babinkamtibmas.
Selain itu juga sudah melakukan pendataan warga yang memiliki riwayat sakit menahun, depresi.
Data yang dihimpun tersebut akan menjadi bahan evaluasi guna mencari jalan keluar untuk pencegahan aksi bunuh diri.
“Datanya akan kita koordinasikan dengan pemerintah daerah, nantinya kita bersama-sama mengambil kebijakan dalam rangka pencegahan bunuh diri,” imbuhnya.
Sementara dokter spesialis kejiawaan RSUD Wonosari, Ida Rochmawati mengungkapkan dari analisa yang sudah dilakukan, saat ini trend bunuh diri tidak lagi dilakukan oleh kalangan yang sudah berusia lanjut.
Pelaku bunuh diri sudah bergeser pada usia-usia produktif.
“Nampaknya trend akhir-akhir ini sudah bergeser ke usia produktif. Kalau beberapa tahun lalu, trendnya usia lanjut dengan latar belakang depresi akibat penyakit kronis,” katanya.
Untuk melakukan pencegahan menurut Ida masyarakat harus hisa mengenali faktor risiko penyebab bunuh diri.
Di antaranya percobaan bunuh diri yang gagal, riwayat gangguan jiwa (depresi dan skizofrenia), penyakit kronis serta jauh dari keluarga.
Jika faktor-faktor tersebut sudah diketahui sejak awal, maka sedini mungkin bisa dilakukan intervensi sehingga niatan untuk mengakhir hidup bisa ditekan.
“Dampak sosial bunuh diri yang pelakunya berusia produktif lebih besar, bisa mengganggu stabilitas sosial, psikologis dan ekonomi terhadap keluarganya dibandingkan bunuh diri lansia,” imbuhnya.