"Kalau saat matahari tertutup total tidak masalah. Namun ketika matahari muncul kembali dengan intensitas cahaya yang tinggi dan pupil mata kita tidak siap, itu yang bahaya," terangnya.
Bintoro menjelaskan, alat bantu penglihatan yang baik adalah yang mampu mereduksi cahaya hingga 100 ribu kali.
Akibat yang ditimbulkan dengan melihat gerhana matahari dengan cara salah yang paling parah memanglah kebutaan atau terkadang pengelihatan juga menjadi kabur.
"Gangguan pengelihatan ini tidak terjadi secara langsung setelah melihat gerhana, namun bisa terjadi berhari-hari hingga berminggu-minggu setelahnya," paparnya.
GMT ini sendiri melewati beberapa lokasi di Indonesia di antaranya Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara.
Di kota Surabaya hanya dapat menyaksikan gerhana matahari sebagian.
Beberapa mahasiswa ITS dibantu dosen Fisika nantinya juga akan melakukan pengamatan di Kenjeran Park Surabaya.
"Harapan saya untuk seluruh masyarakat, jangan melewatkan fenomena ini dan bisa mengambil hikmah yang mendalam dari kejadian alam ini," katanya.