Laporan Wartawan Surya Habibur Rohman
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Gadis cantik ini, Rinindya Firdausya sejak kecil hobi menari sehingga tidak berlebihan menjadi anggota Cheerleader saat SMP dan mulai menari tradisional sejak masuk SMA.
Selepas lulus dari Universitas Paramadina, gadis yang bekerja sebagai Event Marcomm Marvell City Surabaya itu tergerak untuk mempelajari semua tari tradisional, khususnya tari Jawa Klasik.
"Menurut saya, bukan penari asli Indonesia namanya kalau belum berkontribusi melestarikan budaya lewat tari," ujar gadis yang akrab dipanggil Nindi ini.
"Saat ini baru mendalami tari Jawa Timuran, Bali, Melayu, dan Jawa Klasik. Tantangannya bagaimana menguasai semua dan mampu menarikannya dengan baik," katanya.
Ketika kuliah, gadis asal Surabaya itu mengikuti misi budaya dan pertunjukan Hanoman The Musical di Jakarta.
"Untuk bisa tampil memang tidak gampang, harus melewati seleksi yang ketat dan cukup keras, jadi bersyukur sekali bisa terpilih," katanya sembari tersenyum lebar.
Perempuan kelahiran 4 Desember 1991 merasa menari sudah menjadi rutinitasnya.
"Saya suka nari-nari sendiri kalau sedang tidak melakukan apa-apa. Di lift sendirian atau sedang di lorong hotel, saya suka menari begitu saja," katanya lalu tertawa.
Meskipun kecintaannya pada menari begitu besar, Nindy tidak melupakan pendidikan formal.
Ia pun memilih tetap kuliah dan mendalami ilmu pengetahuan umum yang menurutnya juga penting.
"Nari belajarnya di luar, di sanggar Bina Seni Viatikara Surabaya, bukan di sekolah formal. Pendidikan formal, untuk saya juga penting karena bisa membentuk pola pikir," tutur gadis kelahiran Tulungagung itu. Ia pun berkuliah di jurusan Kajian Media.
Jika diberi kesempatan untuk sekolah lagi, Nindy ingin mempelajari tentang pertunjukan.
"Inginnya tidak berhenti menari karena benar-benar sudah cinta," pungkasnya.