Rekomendasi ini kemudian akan ditandatanganinya dan akan dilayangkan ke Jakarta.
Pertama, merekomendasikan kepada Menteri Komunikasi dan Informatika untuk melakukan pemblokiran aplikasi pemesanan jasa angkutan online Grab dan Uber sebagaimana yang disampaikan oleh Kementerian Perhubungan.
Kedua, meminta ketegasan Presiden Republik Indonesia untuk mencegah terjadinya kegaduhan lebih lanjut akibat polemik taksi Uber dan Grab ini sehingga dapat menciptakan suasana yang kondusif di tengah masyarakat.
Ketiga, menyampaikan aspirasi ini ke rapat paripurna DPD RI untuk memperoleh sikap dan rekomendasi resmi dari lembaga DPD RI.
Keempat, menekankan agar pengelola jasa angkutan online di Bali mematuhi surat yang telah ditandatangani oleh Gubernur Bali untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Kelima, mengimbau kepada seluruh elemen jasa angkutan khususnya di Bali agar tidak terpengaruh aksi-aksi kekerasan yang ada di luar daerah Bali, sehingga Bali tetap aman dan kondusif.
Ketua Persotab, Ketut Witra, percaya pemerintah pusat akan melaksanakan tuntutan serta rekomendasi dari anggota DPD perwakilan Bali.
Mereka meminta pemerintah pusat bertindak tegas terhadap menjamurnya layanan transportasi berbasis aplikasi.
Keyakinan Witra tersebut didasarkan atas sikap dari instansi di Bali yang sudah mendukung pemblokiran terhadap beroperasinya layanan Grab dan Uber di Bali.
“Jadi semua instansi pemerintah yang ada di Bali sudah setuju dengan apa yang kita perjuangkan. Sudah setuju mendandatangani pemblokiran dari Grab dan Uber. Jadi ini pemerintah pusat belum tegas. Dalam hal ini pemerintah Bali sudah tegas,” ujar Witra seusai pertemuan dengan Lolak.
Menurutnya, Bali tidak memerlukan penambahan armada taksi lagi. Sejak tahun 2012 sudah terjadi overload kendaraan di Bali.
"Kalau sudah melebihi kapasitas ya harus ditutup,” cetusnya. (*)