TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA – Mayoritas orang cenderung menyiapkan tabungan atau surat wasiat saat usia beranjak tua untuk kemudian diberikan kepada keluarga yang ditinggalkan.
Namun berbeda dengan warga keturunan Tionghoa. Selain surat wasiat dan warisan, terkadang mereka juga menyiapkan perlengkapan kematian bagi diri sendiri.
Ya, warga keturunan Tionghoa yang berkecukupan biasa memesan bongpay saat masih hidup dan rutin beraktivitas.
Bongpay merupakan sebutan untuk papan nisan yang dipasang pada makam tradisional Tionghoa.
Bongpay terbuat dari batu-batuan dan marmer. Di atas bongpay biasa tertulis informasi tentang mediang pemilik makam. Di antaranya nama mediang, istri, anak, hingga cucu.
"Sebenarnya tidak hanya bongpay, namun mereka juga pesan tanah makam. Biasanya yang mempersiapkan itu umurnya di atas 90 tahun," ujar Soewanto, pemilik bongpay di Jalan Bunguran 91 Surabaya.
Soewanto menjelaskan, kebanyakan dari pemesan bongpay miliknya adalah orang tua yang tidak ingin merepotkan anak cucu mereka.
"Selain tidak ingin merepotkan, mereka juga tidak ingin penulisan informasi keluarga yang diukir salah. Daripada anak cucu ngawur, wes buat sendiri aja. Biasanya mereka mikirnya gitu," ujarnya.
Bongpay atau batu nisan dengan pahatan nama, juga harus berwarna kuning atau emas (bagi nama mediang) dan merah (bagi nama anak cucu yang masih hidup).
Pewarnaan ini bertujuan agar para keturunan bisa melihat, siapa saja yang masih hidup saat leluhur mereka meninggal dunia.
"Warna emasnya biasanya diambil dari serbuk emas. Nanti ditempelkan setelah pahatan dicat terlebih dahulu," tambahnya.