News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ni Putu Eka Jadi Perempuan Pertama yang Menjadi Mangku Sangging

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bupati Tabanan, Ni Putu Eka Wiryastuti pada saat melakukan potong gigi pada acara Metatah Massal yang di adakan di Perguruan Siwa Murti Denpasar, Bali, Kamis (21/7/2016).

TRIBUNNEWS.COM, BALI - Ritual potong atau memahat gigi yang dilakukan Masyarakat Bali yang juga merupakan ritual wajib umat Hindu, menjadi keunikan tersendiri dari Provinsi Bali.

Ritual tersebut, menjadi wisata budaya yang bukan saja menarik para wisatawan tetapi juga Masyarakat Bali sendiri. Ratusan anak antusias mengikuti ritual ini.

Dalam tradisi tersebut banyak sekali nilai budaya yang dapat ditonjolkan.

Bupati Kabupaten Tabanan Bali,  Ni Putu Eka Wiryastuti yang menjadi perempuan pertama yang dinobatkan sebagai “Mangku Sangging” yang dalam bahasa bali artinya yaitu seseorang yang bertugas sebagai pemahat gigi.

Bukan sekedar tugas Memahat gigi biasa, tetapi penobatan gelar ini harus memenuhi beberapa syarat.

“Memiliki jiwa yang sehat dan sudah melakukan proses ritual penyucian diri yang cukup lama, jadi orang-orang yang sudah terpilih saja yang dinilai sudah bersih jiwanya untuk bisa menjalankan tugas menjadi seorang Mangku,” kata Ketua Yayasan Perguruan Siwa Murthi Provinsi Bali, Jero Mangku Gede Subagyo di sela-sela acara Mapatah Masal yang diselenggarakan oleh Yayasan Siwa Murthi yang diadakan di Denpasar, Bali, Kamis (21/7/2016)

Menjadi seorang mangku sangging ternyata tidak hanya jiwa saja yang harus bersih dan suci, melainkan ada hal lain yang harus dikuasai, yaitu memiliki keterampilan tangan dalam hal memahat, mengukir, atau mematahkan gigi yang bertujuan untuk mempercantik dan membersihkan diri dari roh-roh jahat dan musuh-musuh yang ada didalam diri manusia.

“Menjadi seorang mangku sangging, berarti harus sudah bersih jiwa dan raganya, sama halnya dalam menyapu, jika sapunya kotor, maka tidak mungkin mampu memebersihkan sebuah tempat, akan tetapi jika sapu itu bersih maka bisa dipakai untuk membersihkan hal-hal yang kotor," ungkap Jero Subagyo.

Ni Putu Eka Sendiri mengaku awalnya berat menjadi seorang mangku sangging, namun dengan dibekali kepercayaan dan sudah melalui proses penyucian diri, ia mencoba dan menjadi satu-satunya perempuan yang menjalankan tugas sebagai mangku sangging tersebut dan dengan misi lainnya yakni totalitas dalam melestarikan budaya Bali.

“Saya yang awalnya merupakan pejabat politik, kemudian dipilih oleh rakyat menjadi pemimpin di Kabupaten Tabanan, sudah seharusnya mengabdikan jiwa dan raga ini untuk Rakyat. Karena itu yang diberikan oleh Tuhan kepada saya yang harus dikembalikan kepada rakyat," ujar Eka.

“Ini juga merupakan tradisi umat Hindu yang harus diangkat, karena banyak nilai budayanya," tutur Eka yang juga merupakan Dewan Pembina Yayasan Shiwa Murti.

Eka juga berharap, diadakannya metatah massal seperti ini bisa membantu masyarakat yang dalam hal ekonominya kurang mampu.

“Sebagai pejabat yang diberikan kekuasaan dan kebijakan harus bisa membantu rakyat-rakyat kecil melalui kegiatan sosial seperti ini, dan mudah-mudahan kedepannya pesertanya akan semakin banyak lagi, dan semua masyarakat dapat terbantu,” harap Eka.

Apresiasi dan tanggapan yang sangat positif diungkapkan anggota DPRD Provinsi Bali, Ketut Purnanye dirinya merasa bahagia atas terselenggaranya metatah massal ini.

“Sebagai wakil rakyat di Provinsi Bali saya mengharapkan kegiatan metatah massal seperti ini bisa terus diadakan, dengan adanya kerjasama baik di pemerintah maupun masyarakat kita bergotong royong untuk terus saling membantu sesama umat yang ada di Bali," ujar Ketut.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini