Laporan Wartawan Tribun Jabar Teuku Muh Guci S
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG – Seniman dan budayawan Jawa Barat menginginkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat lebih memperhatikan soal perkembangan kesenian dan kebudayaan.
Begitulah maksud sejumlah seniman dan budayawan Jabar menggelar “buligir” sambil berjalan kaki tanpa alas dari Jalan Ir Juanda sampai Gedung Yayasan Pusat Kebudayaan di Jalan Naripan, Kota Bandung, Minggu (31/7/2016).
“Ini gerakan bersama dari teman-teman yang ingin adanya keterbukaan dari pemerintah soal keseriusannya terhadap kesenian dan kebudayaan,” kata perwakilan seniman, Iman Soleh, usai “buligir” di depan Gedung YPK.
Aksi serupa dilakukan seniman dan budayawan di sejumlah daerah di antaranya Tasikmalaya, Cianjur, Ciamis, dan Cirebon. Mereka akan terus menggelar protes sampai pemerntah benar-benar mendengar keluh kesah seniman dan budayawan Jabar.
“Kami siap duduk bersama, kami masyarakat bukan seseorang yang bisa melakukan keputusan politik dalam konteks program. Kami menyatakan diri jika kami ada dan negara harus hadir. Jangan absen melulu sehinggaa kami ini sudah menjadi anak yatim,” sambung Iman.
Absennya negara untuk kesenian dan kebudayaan lebih memprihatinkan ketimba masa Orde Varu. Sebab ketika kebebasan berekspresi, berkelompok, dan berpendapat terbuka, pemerintah justru mengabaikan peran pelaku seni dan budayawan.
“Banyak infrastruktur, ruang kebudayaan dan kesenian di Jabar itu rusak. Kabupaten Cianjur, misalnya, sudah rusak luar biasa dan dekat dengan pasar,” beber Iman.
Menurut dia tidak ada dorongan politik yang seirus untuk pembangunan ruang budaya di jabar. Ia mencontohkan tampang depan Gedung YPK terlihat mewah, namun bagian belakangnya mengalami rusak parah.
“Pertanyaannya apakah di Majalengka, Kuningan, Ciamis, dan lainnya, ruang kebudayaan hadir? Saya yakin tidak ada, apalagi di Pangandaran dan Banjar. Negara tidak tertarik pada ranah kebudayaan dan kesenian,” kata Iman.
Kehadiran Dinas kebudayaan dan Pariwisata, kurang berfungsi secara maksimal. Seharusnya dinas hadir sebagai fasilitator mewakili seniman dan budayawan. Sayangnya sejauh ini dinas hanya membuat program tanpa mempelajari apa yang ada di tengah masyarakat.
“Harusnya dipelajari apa yang ada di masyaraakt kontekstual sehingga ekosistem bisa bertumbuh,” kata Iman.