TRIBUNNEWS.COM, ACEH - Calon Gubernur Aceh Zaini Abdullah mohon doa dan restu dari warga untuk kembali maju sebagai gubernur Aceh melalui jalur independen pada Pilkada 2017.
"Ini sungguh bukan demi kekuasaan, bukan demi jabatan, apalagi demi harta kekayaan. Ini adalah garis yang harus saya ambil, permintaan saya hanya satu jangan rampas kehormatan saya, tidak ada yang lebih terhormat bagi saya, selain melihat cita-cita kesejahteraan dan marwah rakyat Aceh terwujud," kata Zaini ketika memberikan keterangan pers di halaman Hotel Aceh Banda Aceh, Minggu (31/7/2016).
Zaini mengatakan maju di Pilkada Aceh untuk menjaga wasiat terakhir Wali Nanggroe Aceh Tengku Muhammad Hasan Ditiro untuk menjaga perdamaian.
"Salah satu yang bisa menjamin itu adalah Kursi Gubernur Aceh. Maka selagi nyawa saya masih bersemayam dan tubuh saya masih diberi kekuatan gerak. Maka tidak akan mundur, tidak akan surut dan tidak akan berhenti saya memastikan bahwa Kursi Aceh Satu, tidak jatuh ketangan orang yang berpeluang membelokkan jalan perdamaian yang sudah kita rasakan bersama. Tidak akan pernah!" ujar Zaini Abdullah.
Di Pilkada, Zaini menggandeng Nasaruddin yang kini masih menjabat Bupati Aceh Tengah. Pasangan ini dinamakan "AZAN" yakni Zaini-Nasaruddin.
"Sebelum saya kesini, saya bertemu dengan sejumlah ulama terkemuka di Aceh, saya minta restu dan pendapat. Mereka menguatkan saya, bahwa mengejar kekuasaan haruslah seperti AZAN, bergema lima waktu sehari, lantang dari masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, hingga surau-surau di pelosok Aceh," kata Zaini.
Menurut Zaini, AZAN bukanlah paksaan dan tidak menyuarakan hukuman bagi yang tidak memenuhi panggilan karena begitulah kekuasaan harus kita kejar, menyeru secara konsisten tanpa kecewa jika kelak ternyata tidak lagi diinginkan rakyat.
"AZAN itu jugalah yang sampai ke telinga Saudara saya Nasaruddin, seorang tokoh dari Aceh Tengah, tergerak hati beliau, maka atas keihklasannya saya sepakat untuk mengikat janji, sebagai pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh Periode 2017-2022," kata Zaini.
Dia mengakui selama perjalanan empat tahun terakhir ini tentu ada kekecewaan, tidak lain dan tidak bukan karena kealpaannya sebagai gubernur terpilih.
Menurut Zaini, ini bukan apologi tapi kenyataan bahwa antara teks dan konteks sering bersimpang jalan.
"Benar perdamaian telah kita teken, UU Pemerintahan Aceh telah disahkan oleh DPR-RI, tapi itu barulah kesepakatan, belum menjadi kesepahaman. Butuh waktu untuk menjalin kesepahaman dalam menerjemahkan teks dari kesepakatan. Ini juga salah satu yang mendorong saya untuk kembali maju, untuk meneruskan apa yang tidak bisa saya penuhi di tahun-tahun kemarin, dan kembali mewujudkan apa yang kita bayangkan sebagai masa depan Aceh," kata Zaini.