TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Mengingat wilayah jeron beteng Yogyakarta (lingkungan dalam Kraton) merupakan salah satu destinasi utama wisata di Yogyakarta, perlu diatur ulang persoalan lalu lintas agar kepentingan wisata dan kepentingan hunian tidak bertubrukan.
Jika diatur ulang, kedua kepentingan itu akan berjalan dengan harmonis dan bukan tidak mungkin langkah ini akan mendorong pengembangan jeron beteng sebagai destinasi wisata akan lebih meningkat.
Demikian diungkapkan pengamat pariwisata Yogyakarta, Kamashakti Wondoamiseno SAn MSc melalui rilis yang masuk ke redaksi Tribunnews, Kamis (22/9/2016).
Pernyataan Kamashakti itu terkait dengan dideklarasikannya “Langenastran Sebagai Kampung Wisata Budaya” Yogyakarta yang terletak di jeron beteng (dalam beteng kraton), pada awal September 2016.
Menurut pengamatan Kamashakti, ada beberapa titik kemacetan lalu lintas yang mengganggu arus masuk dan keluar kendaraan dari dalam ke luar wilayah jeron beteng.
Gangguan arus kendaraan terutama terjadi ketika akhir pekan dan hari libur.
“TItik-titik kemacetan selama ini terjadi di beberapa tempat yang senantiasa dikunjungi oleh wisatawan seperti pusat penjualan Gudeg yang terletak di jalan Wijilan, Alun-alun Selatan yang menjadi destinasi wisata kayuh (odong-odong) dan wisata misteri pohon beringin kembar serta daerah Pasar Ngasem ke utara yang merupakan pusat batik,” ujar Kamashakti.
Sarjana Antropologi itu mengusulkan perlu revitalisasi dan pengaturan ulang lalu lintas di dalam beteng agar kepentingan wisata yang menjadi mata pencaharian masyarakat dalam beteng dan kepentingan penghuni jeron beteng dapat saling mendukung pengembangan pariwisata.
“Jika Langenastran yang telah dideklarasikan sebagai Kampung Wisata Budaya setiap bulan memiliki acara budaya dan gelar wisata, akan ada tambahan kemacetan."
"Saat ini pada akhir pekan dan liburan panjang, wilayah jeron beteng bagian timur padat lalu lintas bahkan sampai pada tingkat kemacetan di luar kendali. Kondisi itu akan bertambah ketika Langenastran yang menjadi kampung wisata menggelar kegiatannya,” ujarnya.
Kampung Langenastran meliputi Jalan Langensuryo, Langenastran Lor, Langenastran Kidul, Langenarjan Lor dan Langenarjan Kidul.
Langenastran dan Langenarjan terutama Langenastran Lor dan Kidul merupakan akses utama menuju Alun-alun selatan.
Selama ini Langenastran Lor dan Kidul hanya merupakan tempat parkir bagi kendaraan yang mengunjungi Alun-Alun Selatan.
“Praktis sebelum kampung wisata dideklarasikan, kedua jalan itu sudah macet karena menjadi tempat parkir dadakan bagi pengunjung Alun-alun Selatan. Jika, kegiatan sebagai kampung wisata budaya dilaksanakan, di empat tempat itu, bisa dibayangkan kemacetan yang akan terjadi. Oleh karena itu penataan ulang lalu lintas serta perparkiran di wilayah Jeron Beteng akan memberi dampak positif bagi semuanya,” tegas Sarjana Antropologi itu.
Dampak positif dari adanya kampung wisata budaya Langenastran adalah, jalan di dalam Jeron Beteng yang biasanya tidak terlewati oleh kendaraan akan terlewati dan menghidupkan potensi wisata di daerah tersebut.
Namun muncul dampak negatif di mana masyarakat penghuni yang tidak memiliki usaha di situ akan merasa terbatasinya ruang gerak.
Oleh karena itu, pengaturan ulang dan revitalisasi lalu lintas Jeron Beteng menurut pengamat pariwisata itu suatu keharusan.
Cepat atau lambat, demikian ditegaskannya, kemacetan di Jeron Beteng akan menyadarkan seluruh masyarakat Jeron Beteng perlunya mengatur-ulang lalu lintas di wilayahnya.
Kepentingan bersamalah yang akan menjadi jalan keluar dari pengaturan dan revitalisasi lalu lintas serta perparkiran.(*)