TRIBUNNEWS.COM, SAMARINDA -- Ada‑ada saja ulah pria satu ini. Diduga karena sakit hati diceraikan oleh istrinya, pria berusia 21 tahun warga jalan Gelatik, Samarinda ini nekat menyebarkan foto bugil dan video yang tak sepantasnya direkam dan disebarkan melalui media sosial.
Akibatnya, sang istri dengan inisial KC (21) melaporkan tindakannya itu ke Polresta Samarinda, pada 14 September lalu.
Setelah itu, unit Jatanras Satreskrim Polresta Samarinda melakukan penyelidikan dan akhirnya pelaku dapat diamankan di Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan, Balikpapan, Senin (26/9) malam.
"Keduanya saat ini tengah proses bercerai, diduga memang pelaku sakit hati karena hendak diceraikan istrinya, lalu menyebarkan foto dan video yang tidak senonoh itu ke media sosial, Facebook, Twitter dan Instagram," ungkap Kanit Jatanras Satreskrim Polresta Samarinda, IPTU Yusuf, Selasa (27/9).
Tak hanya menyebarkan foto dan video istrinya di medsos, pelaku juga sempat menyebarkannya ke grup whatsApp klub mobil pelaku. Kendati demikian, pelaku masih tidak mengaku jika penyebaran foto dan video itu dilakukannya.
Pelaku belum akui kalau dia yang melakukan penyebaran itu, namun karena bukti‑bukti dan saksi merujuk ke pelaku, kami langsung amankan. Diketahui, pelaku sempat ke Surabaya dan Banjarmasin, lalu petugas berhasil mengamankan di Bandara Sepinggan saat hendak kembali ke Samarinda.
Pelaku sendiri mengaku tidak sakit hati karena diceraikan. Pasalnya dia juga sudah gerah dengan tingkah laku istrinya itu yang tidak bisa diatur, dan kerap menggunakan obat‑obatan terlarang.
"Masih proses cerai, buku nikah sama dia. Yang jelas itu bukan saya yang menyebarkan. Dia sulit diatur dan tidak dengerkan apa yang saya katakan, karena saya sebagai suami, jadi saya berhak berikan dia nasihat, tapi tidak pernah didengarkan," ucap pria bertatto itu.
Pelaku pun dijerat pasal 4 ayat 1 UU No. 44 tahun 2008 tentang pornografi dan pasal 45 ayat 1 UU Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE.
Kasus di atas merupakan salah satu perkara perceraian yang dipicu masalah ketidakharmonisan keluarga. Angka perceraian di Kota Samarinda pada 2016 sendiri mencapai 1.130 perkara. Angka tersebut terdiri dari cerai talak 269 perkara dan cerai gugat 861 perkara.
Humas Pengadilan Agama Kota Samarinda Sofia mengatakan, angka perceraian di Kota Samarinda trendnya meningkat. "Naik (trend angka perceraian di Samarinda)," kata Sofia saat dikonfirmasi Tribun, Selasa (27/9) sore. Hanya saja, ia tidak bisa menjelaskan secara rinci terkait data angka perceraian.
Ditanya persentase maupun latar belakang perkara talak dan gugatan cerai, Sofia tidak bisa menjelaskan secara rinci. Pasalnya, harus membuka data dan catatan rekapitulasi perkara perceraian.
"Waduh saya lagi ada yang dikerjain. Harus buka dulu catatannya, saya nggak hafal. Cuma kalau persentasenya, itu ada di laporan tahunan," kata Sofia.
Berdasarkan data rekapitulasi perkara‑perkara yang diterima dan diputus di Pengadilan Agama Samarinda per Januari‑Agustus 2016, tercatat perkara cerai talak 382 perkara dan cerai gugat sebanyak 1.218 perkara.
Permohonan perceraian melalui talak maupun digugat, cenderung dikabulkan pihak pengadilan agama. Untuk permohonan perceraian talak tercatat 269 perkara. Sementara untuk permohonan peceraian gugatan yang dikabulkan tercatat 861 perkara.
Berbanding terbalik dengan perkara yang ditolak oleh pengadilan. Perkara Cerai Talak ditolak majelis. Sedangkan perkara Cerai gugat tercatat hanya 8 perkara yang ditolak.
Cerai dari Medsos
Selama menekuni profesi sebagai pengacara sejak 2004 di Pengadilan Agama Kota Balikpapan, Rabbani, salah seorang pengacara mengaku sering menangani perkara perceraian rumah tangga. Perkara yang dihadapinya sebagian besar disebabkan adanya orang ketiga sebagai faktor penghancur kehidupan rumah tangga.
Saat ditemui di PA Balikpapan, Rabbani menguraikan, kehancuran rumah tangga faktor utamanya ada pihak ketiga, yang secara sepesifik terkait egoisme pasangan dan perselingkuhan dalam dunia maya.
Ia menjelaskan, egoisme pasangan rumah tangga merupakan titik penentu retaknya hubungan rumah tangga. Sebagai contoh, satu sama lain mengobarkan gengsi tinggi. Ketika ada persoalan atau percekcokan rumah tangga, jalan keluarnya selalu ingin menang sendiri. Gengsi sebagai perisai, ingin menang sendiri, merasa yang paling berkuasa, hebat, dan paling benar.
"Gengsi-gengsi ini saya sering tangani. Paling sering terjadi pada pasangan rumah tangga yang masih berumuran muda. Umur-umur sekitar 30 tahun ke atas, atau juga usia perkawinan yang masih baru setahun," ujar pria kelahiran Kota Balikpapan 17 Februari 1965 ini.
Selain gengsi penyabab perceraian, sisi lainnya disebabkan media sosial yang kini sedang berkembang mewabah di masyarakat. Medsos ada sisi baiknya, namun ketika dipakai untuk niat yang buruk, maka bisa menjadi petaka.
Menurut Rabbani, semuanya bergantung individunya, seberapa cerdas dan sehatnya menggunakan medsos. Ironinya, dirinya pernah menangani perkara perceraian yang bermula dari medsos.
"Tren belakangan ini sudah mulai banyak. Menggugat cerai karena ketahuan berselingkuh dari medsos," katanya.
Fenomena munculnya perkara perceraian karena medsos Rabbani rasakan sejak di sekitaran 2014 hingga 2015. Berdasarkan pengalamannya, sudah hampir ada 20 perkara perceraian yang ditanganinya bermula dari media sosial.
"Kebanyakan ulah dari laki-lakinya. Bulan ini saja saya tangani dua perkara gugatan yang muncul dari media sosial," ujar pria lulusan Fakultas Hukum Universitas Balikpapan ini.
Di tempat sama, sebut saja Aji Muajir -- pria beranak enam ini mengajukan cerai talak. Saat ditemui Tribun, pria yang bekerja sebagai pengusaha besi tua ini mengajukan perkara cerai karena dianggap istrinya sudah tidak lagi setia, sering tinggal di luar rumah, tidak pernah lagi hidup bersama.
"Saya sebenarnya masih cinta. Tapi istri saya susah sekali saya ubah. Saya ajukan ke pengadilan berharap bisa mengubah istri saya. Perkara akan saya daftarkan melalui pengacara saya," ungkapnya. (cde/bud/ilo)