TRIBUNNEWS.COM, TANJUNG SELOR - PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) membulatkan tekadnya melakukan ekspansi bisnis di Kalimantan Utara.
Hal itu terungkap kala Dewan Komisaris perusahaan pelat merah tersebut bertemu Gubernur Kalimantan Utara Irianto Lambrie di Tanjung Selor, Selasa (4/10/2016) sore.
Dari paparan Komisaris PT Inalum Chairman Harahap, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut akan mendirikan smelter alumina berkapasitas 700 ribu ton per tahun.
Dengan begitu, target memproduksi aluminium sebanyak 1 juta ton bisa direalisasikan jika ditotal dengan produksi smelter di Kuala Tanjung, Sumatera Utara.
Smelter di Kuala Tanjung mampu memproduksi sebanyak 300 ribu ton aluminium per tahun.
Pembangunan smelter di Kalimantan Utara dituturkan Chairman Harahap merupakan road map fase II PT Inalum.
Sebetulnya, rencana pembangunan smelter kedua direncanakan kembali di Kuala Tanjung. Hanya saja sokongan listrik di daerah tersebut mulai menipis.
"Inalum memang di dalam rencana pengembangan 20 tahun ke depan akan memproduksi aluminium sebanyak 1 juta ton per tahun. Akan tetapi di daerah Kuala Tanjung tidak lagi mempunyai sumber energi listrik yang cukup. Kami coba hitung-hitung membangun PLTU, akan tetapi dari sisi nilai ekonomis tidak efisien," tuturnya.
Ia menyatakan, dalam beberapa kali rapat direksi dan komisaris muncul ide mencari sumber daya listrik baru tanah air yang baik secara ekonomi menunjang rencana pembangunan smelter berkapasitas 700 ribu ton per tahun. Pemegang saham PT Inalum akhirnya merujuk Kalimantan Utara.
"Kami kaget juga di Kalimantan Utara ada potensi listrik yang luar biasa. Oleh karena itu kami bertemu dengan Gubernur untuk melihat kemungkinan-kemungkinan yang bisa kita sepakati," kata dia.
Keberadaan smelter diakui Chairman tidak saja fokus pada produksi hulu, namun mencakup produksi hilir. Pasar dalam dan luar negeri tetap menjadi incaran.
"Ke luar negeri gampang. Kalimantan Utara posisinya sangat strategis. Dengan mudah bisa ke Filipina, Jepang, dan Korea, dan negara lainnya," ujarnya.
Di Indonesia kurang lebih 700 ribu ton aluminium per tahun dibutuhkan. Kemudian diperkirakan setiap tahun kebutuhan aluminium dalam negeri terus tumbuh sekitar 5 sampai 7 persen.
"Meski ada pasar luar negeri, kami akan prioritaskan dulu pasar dalam negeri. Karena dari hitungan kami, 1 juta ton produksi, ke depan itu masih kurang. Makanya harus ada lagi smelter Inalum III, IV, dan V," ujarnya.
Bauksit sebagai bahan baku aluminium akan disuplai dari Mempawah Kalimantan Barat. Kata Chairman, Bauksit akan diolah menjadi alumina di daerah tersebut, kemudian alumina dikirim untuk diolah di smelter di Kalimantan Utara.
Sesuai rencana awal, pendirian smelter diarahkan Pemprov Kalimantan Utara di Desa Tanah Kuning, Kecamatan Tanjung Palas Timur, Kabupaten Bulungan.
"Mudah-mudahan bulan ini bisa ditetapkan oleh DPRD Perda tentang RTRW-nya. Setelah itu kami akan buat Keputusan Penetapan Lokasi KIPI (Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional). Jika itu sudah ada, baru bisa kami rekomendasikan perizinan kepada investor," tutur Gubernur Kalimantan Utara, Irianto Lambrie.
Smelter alumina diproyeksikan beroperasi pada tahun 2024. Namun demikian, bisa lebih cepat andai pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Sungai Kayan di Bulungan bisa direalisasikan dalam waktu dekat pula.
Nilai investasi proyek tersebut mencapai 3,5 miliar dolar AS dengan masa konstruksi diperkirakan 5 tahun. Kebutuhan tenaga kerja smelter diproyeksikan mencapai 2.189 orang. (wil)