TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Terungkapnya praktik pungutan liar di Pelabuhan Tanjung Perak diduga melibatkan direksi PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III.
Tim satuan petugas (Satgas) Supu Bersih (Saber) Pungutan Liar (Pungli) dan gabungan Tim satgas Dwelling Time Polres Pelabuhan Tanjung Perak, berhasil mengamankan Direktur Operasional dan Pengembangan Bisnis PT Pelindo III, RS di ruang kantornya, sekitar pukul 13.00 WIB, Selasa (1/11/2016).
Kapolres Pelabuhan Tanjung Perak, AKBP Takdir Mattanette membenarkan penangkapan RS merupakan hasil dari pengembangan penyelidikan dwelling time oleh Mapolres Pelabuhan Tanjung Perak.
"Kasus ini merupakan pengembangan dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) di PT Terminal Petikemas Surabaya (TPS), anak perusahaan PT Pelindo III, dimana di terminal tersebut, Saber Pungli bersama Satgas Dwelling Time telah berhasil mengamankan Direktur Utama PT Akara Multi Karya, AH, tengah menerima sogokan dari importir pada pekan lalu," ujarnya saat dikonfirmasi.
Takdir menambahkan, setiap kontainer yang akan keluar dari pelabuhan akan menjalani pemeriksaan karantina seelah surat - suratnya dinyatakan lengkap.
Pungutan tersebut diambil oleh para oknum saat mengecek satu atau dua kontainer saja, dari seluruh kontainer milik importir.
Praktik pungli tersebut sudah berlangsung sejak 2014, ketika Rahmat Satria masih menjabat sebagai Direktur Utama di PT TPS periode 2014 - 2015.
"Misal ada 10 sampai 15 kontainer yang akan melakukan bongkar muat di pelabuhan. Lah itu, oleh para oknum ini cuma dilakukan pengecekan dua kontainer saja, sedangkan para importir disuruh membayar total semua kontainer yang akan dikelurakan dari pelabuhan. Jadi tidak semua dicek, padahal disuruh bayar semua," ungkapnya.
Perusahaan rekanan PT TPS ini, memaksa para importir untuk mengeluarkan biaya tambahan. Bahkan harus menyediakan anggaran minimal Rp 1 juta.
"Para oknum ini meminta Rp 500.000 sampai Rp 2 juta per kontainer untuk dapat dikeluarkan dari pelabuhan. Bahkan sebulan ia dapat meraup mulai dari Rp 5 miliar hingga Rp 6 miliar," ucapnya Takdir.
Takdir mengaku, dengan adanya tindakan tersebut juga dapat menghambat proses dwelling time.
Para importir pin melaporkan praktik tersebut kepada Satgas Dwelling Time hingga OTT itu digelar dipelabuhan, pada pekan lalu.
"Banyak yang mengeluh sebab kontainer harus dibongkar lalu diperiksa lagi dan itu harus membayar sejumlah uang tambahan," katanya.
Dalam penggeledahan di kantor Pelindo III, aparat kepolisian berhasil membawa sejumlah alat bukti seperti uang cash Rp 600 juta, dokumen-dokumen penting, dan sebuah layar komputer 24 inchi.
Takdir menyatakan, jumlah yang diperiksa maupun tersangka kemungkinan bisa bertambah, menyusul temuan aliran uang pungli tersebut.
"Totalnya mungkin bisa sampai Rp 10 miliar yang akan disita, mengingat tambahan uang yang disimpan di rekening RS. Pemeriksaan ini masih berlanjut," katanya.
Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya, Herny Kartika Wati menegaskan, PT Akara Multi Karya bukan rekanannya dalam hal pemeriksaan karantina.
"Perusahaan itu bukan mitra kami mas," tandasnya saat dikonfirmasi.
Sebagai informasi, PT Akara Multi Karya merupakan mitra PT TPS dalam pemeriksaan kontainer impor. Perusahaan swasta itu terlibat dalam proses buka dan tutup segel kontainer, serta pemeriksaan karantina, salah satunya fumigasi.