TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Putu Shintya Devi Yuda (18) terus tersenyum saat sedang berbincang-bincang dengan Ibunya, Ni Luh Sudiasih, dan juga gurunya semasa sekolah dulu, Sri Aemi.
Ia menceritakan perjuangannya selama ini menjadi seorang tuna rungu yang baru diketahui kedua orangtuanya saat dirinya masih berusia tiga bulan.
Semasa kecil Putu Shintya sering diolok-olok oleh teman-teman sebayanya lantaran kekurangan fisik yang dimilikinya.
Ibunya, Ni Luh Sudiasih, mengatakan Putu Shintya memang gadis yang penuh semangat, sabar, dan dewasa.
Ia pun menceritakan awal mula Putu Shintya tidak bisa berbicara dan mendengar pada saat usianya mencapai tiga bulan.
Kala itu Sudiasih mulai khawatir saat Putu Shintya kecil tak merespon suara-suara di sekitarnya.
"Normalnya bayi 'kan menoleh kalau dipanggil. Kenapa Shintya tidak, padahal tidak sakit juga sebelumnya," aku Sudiasih.
Ia pun mengaku sempat syok dan sedih saat para tetangga menganggap Putu Shintya aneh dan sering menjadikan putri sulungnya sebagai tontonan di sekitar rumah.
"Bahkan teman-teman Shintya yang saat itu masih kecil juga mengejek Shintya 'kolok.. kolok.. (bisu)" ujar wanita yang berprofesi sebagai pengajar tersebut.
Namun, Putu Shintya dewasa tak putus asa dengan berbagai olokan yang terkadang dialamatkan sejak kecil hingga dirinya dewasa.
Gadis kelahiran Kaliungu Denpasar 24 Agustus 1998 silam itu terus menempa dirinya.
Usahanya pun berbuah manis, Putu Shintya berhasil meraih juara 1 Putri Tuli dalam Pemilihan Putra Putri Tuli (P3T) Se-Bali 2016 yang diadakan oleh Koordinator Kegiatan Kesejahteraan Sosial (K3S) Kota Denpasar pada Sabtu (29/10/2016) bertempat di Taman Kota Lumintang Denpasar.
Putu Shintya berhasil mengalahkan 14 peserta laki-laki dan 16 peserta perempuan dari seluruh kabupaten/kota dengan persyaratan yang kompetitif dan sangat ketat.
Saat itu dara tiga bersaudara itu harus melalui wawancara umum, pengetahuan budaya Bali dan juga Kota Denpasar sebagai kota asal Putu Shintya.
Begitu pengumuman juara disampaikan, Putu Shintya sangat senang saat mengetahui dirinya berhasil meraih juara terbaik.
"Saya tidak menyangka hingga menangis terharu juga," ujarnya dengan menggunakan bahasa isyarat dan diinterpretasikan oleh Sri Aemi.
Putu Shintya memiliki motto hidup dalam menjalani hidupnya yaitu ‘Tidak Boleh Sombong, Tetap Rendah Hati’.
Bahkan mottonya itu yang menjadikan dia sebagai juara terbaik 1 Putri Tuli Bali.
"Biar saya tuli, itu bukan hambatan. Saya akan tetap berkarya dan saya tetap semangat. Tidak boleh sombong melainkan tetap rendah hati," ujar Putu Shintya mengingat kalimatnya saat masuk grand final pemilihan.
Tak hanya menjadi Putri Bali, prestasi Putu Shintya sebelumnya pada tahun 2015 pernah mendapat Juara Harapan 2 pada lomba tata rias dan kecantikan tingkat nasional saat mewakili Provinsi Bali.
Putu Shintya yang memiliki hobi modelling dan bermain komputer tersebut selalu bersemangat dalam menjalani hidup.
Ia juga tidak pernah minder apabila dulu sering diolok-olok oleh teman-temannya semasa kecil.
Usai lulus dari sekolahnya di SLBB Negeri Sidakarya, Putu Shintya pun memutuskan untuk mendaftar pada salah satu kampus swasta di Denpasar.
Selama perkuliahan, mahasiswi semester satu Jurusan Desain Grafis Sekolah Tinggi Desain (STD) Bali itu kurang memahami mata kuliahnya secara teori, namun begitu masuk sesi praktek ia mengaku cepat belajar dan cepat bisa.
Seusai jam kuliah, kadang ia diberi waktu ekstra oleh para pengajar di kampus untuk kembali mengajari Putu Shintya.
"Pihak kampusnya sangat mendukung Sintya," ujar Aemi. (Sarah Vanessa Bona)